------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Advertorial

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

search

Rabu, Agustus 15, 2018

Asma, Perlu Dikenali Agar Bisa Dikontrol

Oleh: Adela Eka Putra Marza

PEMAHAMAN dan pe­ngeta­huan mengenai asma di kalangan ma­syarakat bisa di­bilang masih ku­rang. Ter­bukti dengan masih adanya ber­bagai mitos yang berkem­bang se­putar penyakit ini. Misalnya pe­mi­kiran bahwa asma adalah penya­kit menu­lar dan penyakit keturunan. Salah satu penyebab penyakit ini me­mang oleh faktor ge­netik (ketu­ru­nan), namun le­bih banyak dipicu oleh fak­tor-faktor lainnya seperti aler­gi, kelahiran prematur, iritasi saluran pernafasan, infeksi paru-paru, hingga po­lusi udara.


Asma sendiri merupakan perada­ngan kronis yang ba­nyak terjadi pa­da saluran per­nafasan. Penyakit ini ter­jadi karena saluran perna­fas­an menuju paru-paru terlalu sensitif, se­hingga bisa meng­akibatkan pera­dangan, beng­kak, dan berlendir.

Ketika ter­jadi peradangan, otot-otot yang berada di seki­tar salur­an per­nafasan me­ngejang dan menciut, se­hing­ga aliran uda­ra yang ma­suk le­bih sedikit dan pende­rita jadi se­sak nafas. Bahkan, tidak sedikit dari penderita asma yang mengalami pe­nu­runan kesadaran saat penya­kitnya tersebut kambuh.

Penyakit berupa penyum­batan saluran pernafasan ini sendiri sudah dikenal sejak zaman Mesir Kuno. Ke­tika itu, pengobatannya dilaku­kan dengan cara meminum ramu­an dupa yang dikenal dengan istilah ‘kifi’. Asma kemudian disebut seca­ra resmi sebagai masalah pernafasan oleh Hi­pokrates sekitar tahun 450 Se­belum Masehi, yang da­lam ba­hasa Yunani disebut ‘asthma’ berarti ‘terengah-engah’. Hingga saat ini, as­ma sudah menjadi salah satu pe­nyakit yang cukup banyak ditemu­kan pada manusia di semua usia.

Berdasarkan data studi Sur­vei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), asma ter­ma­suk dalam daftar sepuluh be­sar penyebab kesakitan dan ke­matian di Indonesia. Bah­kan, dalam SKRT Tahun 1986, penyakit ini ada di po­sisi ke-5 dari 10 penyebab ke­sakitan (morbiditi), bersama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Kemudian, pada SKRT Tahun 1992, ke­tiga jenis penyakit saluran per­nafasan itu menempati peringkat ke-4 sebagai pe­nyakit kematian (mor­taliti) di Indonesia, dengan angka sebesar 5,6 persen.

Untuk mendiagnosis asma, bisa di­lihat dari gejala yang terjadi pada pen­deritanya, se­perti mengi, batuk, dada te­rasa berat, hingga sesak na­fas. Selanjutnya, dilakukan peme­rik­saan seperti spiro­metri untuk me­lihat fungsi paru, dan rongent paru untuk mengetahui infeksi. Namun sa­yangnya, penyakit ini ma­lah se­ring kali tidak terdiag­nosis. Apalagi, pemahaman dan pengetahuan me­ngenai asma di kalangan masya­ra­kat yang masih sangat kurang, diser­tai pula dengan berbagai mitos yang sa­ngat dipercaya orang-orang awam.

Untuk penanganan asma yang paling penting adalah dengan mela­kukan pencegah­an terhadap faktor pencetus­nya. Pencegahan ini ten­tu­nya harus dilakukan oleh pende­ri­ta­nya sendiri, karena faktor pen­cetus tersebut bukan di­tentukan oleh dokter, me­lain­kan diketahui oleh penderi­tanya sebagai gejala terjadi­nya asma. Pengobatannya bisa dila­kukan melalui obat reliever yang ber­tujuan untuk menghilangkan ge­jala yang sudah terjadi, dan obat con­troller yang bertujuan untuk men­cegah serangan asma sebelum terjadi kembali.

Selain mencegah faktor pencetus asma yang pastinya akan berbeda-be­da pada se­tiap penderitanya, ada se­­jum­lah cara sederhana lainnya yang bisa dilakukan untuk mengu­rangi dan mengontrol faktor-faktor pemicu serang­an asma tersebut.

Sejumlah aktivitas olah­raga ri­ngan bisa menjadi sa­lah satu cara un­tuk membantu menurunkan keja­dian se­rang­an asma, yakni terutama jenis olahraga yang bersifat aerobik, seperti jogging, be­renang, dan ber­sepeda. Se­nam asma dengan gera­kan aerobik khusus untuk para pen­derita asma juga bisa dila­kukan.

Senam asma sendiri me­mi­liki perbedaan dengan se­nam biasa lain­nya. Gerakan-gerakan yang dila­ku­kan da­lam senam asma dengan du­rasi sekitar 45 menit hingga satu jam ini lebih difokuskan kepada otot-otot badan bagi­an atas, dengan per­ge­rakan yang khas. Semua ge­ra­kan­nya sangat bermanfaat untuk me­l­en­turkan dan memperku­at otot-otot per­­napasan, serta mening­kat­kan sir­kulasi da­rah juga. Selain itu, senam as­ma juga bertujuan untuk me­latih para penderita asma mela­kukan cara bernafas yang benar se­suai dengan kon­disinya.

Selain dengan melakukan olah­raga ringan dan senam asma, me­ngon­sumsi sejum­lah minuman dari buah-buahan segar juga bisa mem­bantu. Jus alpukat yang me­miliki kandungan zat L-glutathione, jus apel dengan kan­dungan Quercetin-nya, dan jus pisang yang me­ngan­dung Flavonoid. Dengan semua ca­ra sederhana itu, maka akan dapat mem­bantu para penderita asma un­tuk me­ngontrol dan mengurangi se­rangan asma pada dirinya, se­hingga bisa mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik dalam menjalani akti­vitas sehari-hari.

* Dimuat di Rubrik Kesehatan Harian Analisa (Senin, 13 Agustus 2018)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar