------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Advertorial

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

search

Sabtu, Desember 18, 2010

Satu Orang Satu Pohon, Berani?

Oleh: Adela Eka Putra Marza

Jangan aneh lagi jika seringkali cuaca begitu panas dan udara terasa sangat menyengat, seperti beberapa kali terjadi di Kota Medan. Bisa saja suhu cuaca mencapai maksimum 35 derajat celsius pada siang hari. Kemudian, tiba-tiba pada malam hari, hujan deras mengguyur kota. Bahkan tak jarang mengakibatkan banjir di sejumlah kawasan.

Anomali cuaca seperti ini terjadi akibat pengaruh pemanasan global. Akibatnya, secara umum, musim hujan menjadi mundur. Bahkan tak jarang, musim penghujan tersebut tidak bisa diprediksi lagi. Jika dulu, setiap bulan yang berakhiran –ber, seperti September hingga Desember, sudah dipastikan musim penghujan. Tetapi, sekarang hal itu tidak akan berlaku lagi.

Isu global warming alias pemanasan global memang menjadi topik terhangat sejak beberapa tahun belakangan ini. Emisi karbondioksida yang terus meningkat membuat lapisan ozon pun semakin rusak. Begitu pun pemakaian energi dan teknologi yang tidak ramah lingkungan, juga berakibat fatal terhadap lingkungan. Bahkan, limbah rumah tangga juga ikut menyumbangkan peranannya merusak bumi.

Sejak 40 Tahun Lalu
Kondisi cuaca yang sudah “tidak bersahabat” lagi belakangan ini, salah satu pertanda dari pemanasan global itu sendiri. Jika kerusakan terhadap bumi ini terus berlangsung, tidak bisa dibayangkan bagaimana kutub selatan dan kutub utara akhirnya mencair. Pastinya, bumi akan tenggelam karena telah dipenuhi oleh air. Oleh karena itu, muncullah sebuah gerakan kepedulian terhadap lingkungan sekitar tahun 1970-an.

Peringatan ini diprakarsai oleh seorang senator Amerika Serikat, Gaylord Nelson. Saat itu, ia melakukan protes secara nasional terhadap kalangan politik terkait permasalahan lingkungan. Gaylord mendesak agar isu lingkungan dimasukkan dalam agenda nasional. Perjuangan itu telah dimulai sekitar lebih dari 7 tahun sebelum Hari Bumi se Dunia.

Gaylord bahkan turut melakukan kampanye ke beberapa negara bagian di Amerika Serikat. Dan ternyata, penurunan kualitas lingkungan memang sudah terjadi di mana-mana. Semua orang menyadarinya, kecuali kalangan politik. Akhirnya, pada 30 November 1969, New York Times melaporkan terjadinya peningkatan aktivitas kepedulian terhadap lingkungan di seluruh negeri. Kemudian, itu ditandai dengan diperingatinya Hari Bumi se Dunia setiap tanggal 22 April.

Lalu, apa yang bisa kita lakukan sebagai salah seorang “warga bumi” untuk ikut melanjutkan perjuangan Gaylord itu? Pastinya, kita harus mulai bersikap “santun” terhadap alam, serta merawatnya dengan cara memberi “nutrisi” pada bumi yang kita tempati ini. Berbagai cara bisa dilakukan; penggunaan energi yang bersih dan ramah lingkungan, mengurangi polusi, mengurangi limbah, serta melakukan penghematan energi.

Hari Penanaman Pohon
Sejak 2008, Pemerintah Indonesia sudah mengkampanyekan penanaman pohon secara nasional. Bahkan, tanggal 28 November telah ditetapkan sebagai Hari Penanaman Pohon Indonesia dan bulan Desember sebagai Bulan Penanaman Pohon Nasional, melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2008.

Pada peringatannya ketiga di tahun 2010 ini, pemerintah pun mencanangkan “penanaman satu miliar pohon Indonesia untuk dunia.” Targetnya, sekurang-kurangnya sebanyak satu miliar pohon ditanam di seluruh Indonesia. Tak heran jika harapan untuk meningkatkan kepedulian terhadap penanaman dan pemeliharaan pohon secara berkelanjutan begitu nyata dalam kegiatan ini.

Inipun juga demi tujuan untuk mengurangi pemanasan global dan bersih dari berbagai polusi. Bahkan, pemerintah menargetkan dapat menekan emisi karbon sebanyak 26% pada tahun 2020. Angka ini bisa mencapai 41% jika negara-negara lain juga ikut berpartisipasi dengan menanam pohon.

Selain itu, yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Garut pada tahun lalu ini mungkin juga bisa menjadi salah satu contoh yang perlu diterapkan di daerah-daerah lain. Pada Maret 2009, Bupati Garut mengharuskan setiap pasangan yang menikah di daerahnya agar menanam pohon. Tak tanggung-tanggung, setiap pasangan yang menikah di salah satu kabupaten Provinsi Jawa Barat itu melakukan penanaman pohon minimal sepuluh pohon.

Sepuluh batang pohon tersebut ditanam oleh setiap pasangan di tanah milik orang tuanya, kerabatnya, atau pun tanah keluarga lainnya. Pohon-pohon tersebut terdiri dari jenis tanaman kayu-kayuan, misalnya pohon mahoni atau pohon jati, serta tanaman buah-buahan dan tanaman perkebunan. Dengan berbagai variasi tanaman ini, dalam waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan diperkirakan akan sudah menghasilkan.

Wajib Tanam Pohon
Pemkab Garut sudah melakukan terobosan. Penanaman pohon oleh setiap pengantin baru itu dilakukan pada acara terakhir dalam ritual pernikahan mereka. Bahkan, tidak tanggung-tanggung, penanaman itu juga dilakukan sendiri oleh pasangan tersebut. Sedangkan, biaya pembelian pohon itu juga dari keluarga pengantin sendiri.

Pemerintah daerah hanya sekadar menganjurkan, kemudian pengantin yang menyediakan dan menanam bibitnya sendiri di lahan miliknya sendiri. Pada akhirnya, hasilnya juga untuk keluarga itu sendiri. Secara tidak langsung, itu juga akan memberikan semacam investasi hijau kepada keluarga yang baru dibentuk tersebut.

Kewajiban penanaman pohon ini ternyata juga tidak hanya berlaku bagi kalangan yang menikah. Pasangan yang bercerai pun wajib menanam pohon, bahkan lebih banyak jumlahnya. Mereka dianjurkan menanam minimal 50 batang pohon. Pohon-pohon tersebut nantinya tentu bisa menghidupi anak-anak dari keluarga yang bercerai tersebut, di samping untuk pelestarian lingkungan.

Langkah seperti ini tentu saja juga bisa dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan. Sebuah cara yang sangat bagus sekali untuk memasyarakatkan penanaman pohon tersebut kepada warga yang baru membentuk sebuah keluarga. Tidak perlu banyak. Setidaknya setiap orang menanam satu pohon.

Harapannya, tentu saja penanaman pohon itu menjadi sebuah tradisi bagi setiap keluarga di Medan. Hingga akhirnya, tradisi ini terus menurun ke anak cucu, untuk menjaga lingkungan di sekitar kita, demi kelestarian bumi tempat kita hidup. Mudah-mudahan saja juga bisa diikuti oleh keluarga-keluarga lainnya di Indonesia.

* Dimuat di Harian Medan Bisnis (Jumat, 17 Desember 2010)


Sumber:
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2010/12/17/11442/satu_orang_satu_pohon_berani/