------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Advertorial

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

search

Sabtu, Januari 28, 2012

Ada "Tambang Emas" di Danau Toba

Oleh : Adela Eka Putra Marza

Penyanyi legendaris dari Tanah Batak, Nahum Situmorang menceritakan "hebatnya" danau ini kepada banyak orang melalui bait-bait dalam sebuah tembang berjudul "O Tao Toba". Danau Toba memang luar biasa. Tak hanya indah, tapi juga memiliki banyak potensi; meski masih belum digarap sempurna.

Danau Toba sejak dulu sudah menjadi ikon Sumatera Utara. Danau ini menjadi salah satu kekayaan alam yang paling luar biasa di Sumatera Utara sebagai salah satu danau volkano tektonik terluas di dunia. Di dalamnya tersimpan banyak potensi, yang jika digarap dengan benar dan secara maksimal, bisa saja danau ini menjadi lahan pendapatan daerah bagi Sumatera Utara.

Dalam bidang pariwisata saja, Danau Toba pernah menyedot hampir 35 ribu pengunjung dalam satu tahun pada 1998 berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir. Sayangnya, angka ini terus menurun dari tahun ke tahun seiring terjadinya krisis ekonomi dan travel warning yang sempat melekat pada Indonesia; meski tak sepenuhnya hal itu jadi alasan utama.

Danau Toba sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Sumatera Utara, pada saat ini memang kurang banyak diminati oleh wisatawan. Selain terus menurunnya angka kunjungan wisatawan, fakta lain yang membuktikan kenyataannya ini adalah saat tersisihnya Danau Toba sebagai salah satu daerah kunjungan wisata nasional dalam Visit Indonesia 2008, dengan alasannya danau ini mulai dilupakan oleh wisatawan.

Namun, dalam beberapa tahun belakangan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mulai kembali menata Danau Toba untuk pariwisata. Salah satu agenda penting yang setiap tahun digelar adalah Pesta Danau Toba, seperti yang dihelat pada 27-30 Desember 2011. Even ini sendiri pastinya bertujuan untuk mempromosikan kembali Danau Toba ke mata dunia, sembari menggaet angka kunjungan wisatawan.

Keramba Jaring Apung
Tak hanya di bidang pariwisata, sebenarnya masih banyak potensi lainnya dari Danau Toba. Misalnya, potensi air Danau Toba bisa dimanfaatkan untuk bisnis keramba jaring apung (KJA) yang saat ini menjadi tren di tengah-tengah masyarakat di sekitar Danau Toba, sejak sekitar 10 tahun yang lalu. KJA ini ternyata juga mampu memberikan hasil yang lebih dari cukup bagi masyarakat sekitar, bahkan dapat menopang kehidupan mereka.

Saat ini, sekitar 7.000 petani keramba tersebar di beberapa daerah di sekitar Danau Toba, seperti Haranggaol, Pangururan, Tomok dan Balige. Bahkan, menurut data Asosiasi Perikanan, Pertanian, Lingkungan Hidup dan Budaya (APPLHB) Dearma Haranggaol pada 2010, setidaknya 70 persen masyarakat di daerah tersebut menggantungkan hidupnya dari hasil keramba.

Belum lagi keramba milik PT Aquafarm Nusantara, yang merupakan perusahaan keramba ikan nila terbesar di Indonesia. Perusahaan asal Swiss tersebut memiliki sekitar 1200 keramba yang dapat menghasilkan 75 hingga 80 ton ikan nila perharinya. Keramba ini berada di lahan yang masih sekitar 7 hektar dari 30 hektar yang diizinkan untuk pengembangan keramba di Danau Toba.

Keberadaan Aquafarm memang begitu fenomenal. Perusahaan asing tersebut telah menampung ratusan tenaga kerja. Bisnis ini pun begitu menjanjikan. Dengan modal hanya 10 juta, pemilik keramba dapat meraup keuntungan hingga 600 ribu perhari. Tapi keberadaannya pun turut memberi andil besar pada pencemaran Danau Toba. Pakan ikan yang terbuat dari campuran berbagai zat kimia secara tidak langsung merusak kebersihan air danau.

Sumber Air "Abadi"
Jika diperhatikan air Danau Toba merupakan sumber air yang tak pernah kering. Danau ini memiliki luas 1265 km2 dengan panjang 90 km dan lebar 30 km. Kedalaman danau mencapai rata-rata 450 m dari ketinggian 950 m di atas permukaan laut. Sedangkan volume air Danau Toba diperkirakan 1,18 triliun meter kubik dengan daerah tangkapan air 3698 km2. Sebanyak 142 sungai dari Pulau Sumatera dan 63 sungai dari Pulau Samosir bermuara ke danau ini.

Salah satu yang unik dari potensi air di Danau Toba adalah siklus pergantian airnya yang mencapai 110-280 tahun. Danau-danau lainnya di dunia biasanya hanya memiliki siklus perputaran air rata-rata sekitar 17 tahun. Ditambah lagi dengan adanya 19 subdaerah aliran sungai (DAS) di sekitar kawasan danau Toba, tentunya bisa dibayangkan betapa besarnya potensi air Danau Toba.

Di tengah krisis air minum sebagai salah satu dampak perubahan iklim, sumber daya air tawar Danau Toba sangat potensial untuk dimanfaatkan bagi kebutuhan rumah tangga dan industri. Air danau pastinya tidak akan pernah habis meski dipakai sebanyak apapun. Jika ini bisa dimanfaatkan, tentunya musim kemarau di Sumatera Utara tidak perlu lagi diwarnai dengan kekeringan dimana-mana.

Dari sisi ekonominya, potensi air tawar di Danau Toba ini bisa menghasilkan angka yang fantastis. Rata-rata dalam setahun, Danau Toba mampu mengalirkan air mencapai 3,2 miliar kubik. Jika debit pelepasan air tersebut dinilai dalam rupiah sesuai dengan tarif air minum untuk pelanggan rumah tangga di Medan sebesar Rp 575 per meter kubik, maka potensi nilai ekonomi sumber daya air minum dari Danau Toba mencapai Rp 1,8 triliun per tahun.

Mengalirkan Listrik
Potensi air Danau Toba ini juga bisa menjadi potensi energi yang sangat besar bagi penyediaan listrik, dengan menghasilkan tenaga listrik melalui pembangkit listrik tenaga air. Sejak bertahun-tahun ternyata danau ini telah menyumbangkan banyak pendapatan daerah kepada negara melalui pajak yang diterima negara dari proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan.

Danau Toba memiliki potensi daya listrik sekitar 1000 hingga 1100 megawatt (MW). Hingga saat ini, daya bangkit yang telah terpakai sekitar 450 MW pada PLTA Asahan, 82 MW pada PLTA Lae Renun dan 180 MW pada PLTA Asahan I di Porsea, Kabupaten Toba Samosir. Energi listrik ini digunakan untuk operasional PT Inalum yang merupakan perusahaan kerja sama antara Indonesia dan Jepang sejak 1975, dan untuk PLN.

Potensi ekonomi dari tenaga pembangkit listrik ini bisa saja menjadi potensi ekonomi yang sangat besar lagi jika PLTA Asahan II dan III sudah mulai beroperasi nantinya.

Dengan itu, pasokan listrik di Sumatera Utara nantinya juga bisa tercukupi. Apalagi, selama ini banyak industri di Sumatera Utara yang kekurangan pasokan listrik untuk operasional perusahaan dan pabrik. Harapannya, tentu saja kasus pemadaman bergilir bisa dihentikan.

Bahkan, bukannya tak mungkin jika potensi tenaga pembangkit listrik dari Danau Toba bisa mengatasi permasalahan krisis listrik di Indonesia. Apalagi, beberapa ahli pernah menyebutkan bahwa air Danau Toba dapat disedot ke atas sebagai penggerak kincir untuk pembangkit listrik seperti di Negara Belanda. Sayangnya, kita belum cukup "daya" untuk merealisasikan ini.

Jika melihat potensi Danau Toba ini, tak salah jika masyarakat Batak patut berucap syukur kepada Tuhan. Anugerah akan Danau Toba dengan alamnya indah, ternyata juga mampu memberikan nafkah. Sejak dulu, Danau Toba telah menopang hidup masyarakat yang tinggal di kawasan ini. Apa yang telah kita dapatkan tidak hanya lebih dari cukup, bahkan melimpah.

* Dimuat di Harian Analisa (Sabtu, 28 Januari 2012)

Baca juga di:
http://www.analisadaily.com/news/read/2012/01/28/32382/ada_tambang_emas_di_danau_toba/

Minggu, Januari 15, 2012

PSMS Medan: Mau Dibawa Kemana Ayam Kinantan?

Oleh : Adela Eka Putra Marza

Sejarah PSMS Medan yang begitu mengkilap di masa lalu, sepertinya sudah tinggal kenangan. Menatap musim ini pun sepertinya juga masih berat. Apalagi dengan munculnya dualisme PSMS di awal kompetisi; satu di ISL, satu lagi di IPL. Lalu, mau dibawa kemana Ayam Kinantan?

Gonjang-ganjing keikutsertaan klub sepakbola kebanggaan warga Medan, PSMS Medan di Liga Indonesia musim ini memang sudah berujung. PSMS Medan sudah memastikan diri untuk ikut Indonesian Super League (ISL) yang digelar PT Liga Indonesia, selain satu tim lagi yang berpartisipasi di Indonesia Premier League (IPL), kompetisi resmi PSSI.

Sebelumnya, masyarakat pecinta sepakbola Medan memang sempat dibuat bingung oleh ketidakpastian di mana tim berjuluk Ayam Kinantan ini akan berlaga. Setelah mendapat tiket gratis untuk bermain di IPL, perwakilan PSMS tiba-tiba diketahui hadir dalam pertemuan klub peserta Divisi Utama PT Liga Indonesia di Surabaya pada pertengahan November lalu.

Tidak cukup sampai di situ, PSMS juga mengirimkan wakilnya dalam pertemuan klub-klub peserta ISL, masih di bulan yang sama. Padahal, seperti telah diketahui sebelumnya, ISL sendiri sudah tidak diakui lagi sebagai kompetisi resmi oleh PSSI. Meski begitu, manajemen PSMS tetap saja menggantung harapan besar untuk dapat bermain di ISL.

Harapan itu akhirnya memang bisa terwujud. Sebagai salah satu tim yang lolos ke 8 besar Divisi Utama PT Liga Indonesia musim lalu, PSMS diberi kesempatan naik kasta ke ISL untuk memenuhi kuota peserta kompetisi, menggantikan beberapa tim yang memilih bermain di IPL.

Dualisme Fanatisme

Namun, ternyata masalahnya tidak begitu saja selesai. Satu tim PSMS lagi ternyata juga bermain di IPL. Tak pelak hal ini memunculkan dualisme di tengah-tengah fanatisme masyarakat terhadap klub kebanggaan para pecinta sepakbola di Medan.

Lucunya, di beberapa sudut jalan di Kota Medan, beberapa kali saya melihat spanduk bertuliskan, "PSMS Asli yang Ada Markus". Ya, salah satu punggawa PSMS yang membawa tim ini masuk ke final Liga Indonesia 2007 lalu itu kembali pulang kampung, setelah melanglang buana di beberapa tim Liga Indonesia selama hampir 4 tahun.

Dari fenomena ini, kita bisa melihat bagaimana kesenjangan antara dua tim PSMS di musim ini. Masyarakat pecinta sepakbola Medan sepertinya memang lebih memilih PSMS yang berlaga di ISL, ketimbang PSMS versi IPL. Apalagi, prestasi keduanya di awal musim ini sungguh jauh berbanding terbalik 180 derajat; yang satu ikut bersaing di papan atas klasemen ISL, satu lagi setia menghuni dasar klasemen IPL.

Sedihnya lagi, selain tidak mendapatkan dukungan dari masyarakat, PSMS IPL juga sempat luntang-lantung di awal musim. Homebase dan lapangan tempat mereka berlatih sama sekali tak jelas. PSSI sebagai penyelenggara IPL dan telah mengklaim kompetisi tersebut sebagai kompetisi resmi juga seakan-akan terlupa dengan PSMS IPL, setelah sebelumnya memberikan banyak janji.

Sejarah yang Tersisa

Padahal, di era 1980-an PSMS pernah mencatatkan diri sebagai salah satu kiblat persepakbolaan nasional. Saat itu, dengan diperkuat pemain legendaris seperti Ronny Paslah, Ipong Silalahi dan Tumpak Sihite, PSMS berhasil menjuarai Kompetisi Perserikatan selama tiga kali berturut-turut, yakni musim 1966-1967, 1967-1969 dan 1969-1971.

Ditambah dengan dua gelar sama di musim yang berbeda, PSMS berhasil membukukan prestasi sebagai juara sebanyak lima kali. Ini menyamai rekor yang dimiliki oleh Persib Bandung dan PSM Makassar. Selain itu, PSMS Medan juga pernah tiga kali tampil sebagai juara 2 dalam kompetisi sepak bola pertama di Indonesia itu.

Tidak sampai di situ saja, PSMS juga sempat mewakili Indonesia di Piala Champions Asia musim 1970. Tim yang diperkuat oleh mantan pemain Tim Nasional Indonesia Iswadi Idris, serta Soetjipto Soentoro dan Anwar Ujang itu berhasil menduduki peringkat ke-4 setelah ditekuk wakil Iran di semifinal dan kalah oleh wakil Syria di perebutan juara 3.

Memasuki era Liga Indonesia (Ligina), PSMS sempat masuk 8 besar selama tiga musim berturut sejak 1998 hingga 2001. Puncaknya, sejumlah pemain muda lokal seperti Legimin Raharjo, Mahyadi Panggabean, Saktiawan Sinaga, dan Markus Horison berhasil membawa PSMS ke final Ligina 2007. Sayangnya, mereka melempem di gelaran pertama ISL pada 2008, hingga kemudian terdegradasi ke Divisi Utama.

Haus Prestasi

Musim ini, setelah reformasi terjadi di tubuh PSSI, PSMS membelah diri jadi dua seperti "amoeba". Satu berstatus legal dengan bermain di IPL, namun dengan prestasi yang masih seret. Sedangkan satu lagi bermain di ISL yang tidak diakui PSSI dan FIFA, meski cukup membanggakan masyarakat pecinta sepakbola Medan di awal musim.

Meski begitu, yang masyarakat inginkan saat ini adalah prestasi, terlepas jelas atau tidak jelasnya status kompetisi yang diikuti. Jika permainan yang disuguhkan PSMS cantik, maka masyarakat akan datang berbondong-bondong ke stadion. Selama tim ini memberikan kemenangan, maka Stadion Teladan akan selalu penuh.

Sekarang, pertanyaan "Mau dibawa kemana Ayam Kinantan?", sudah jelas apa jawabannya. Prestasi, itulah yang ditunggu masyarakat pecinta sepakbola Medan selama ini. Maka, fanatisme warga Medan terhadap sepakbola akan bergairah kembali. Tergantung bagaimana pengurus klub melakukannya.

* Dimuat di Harian Analisa - Medan (Sabtu, 7 Januari 2012)


Bisa juga dibaca di:

http://www.analisadaily.com/news/read/2012/01/07/29414/mau_dibawa_kemana_ayam_kinantan/