------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Advertorial

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

search

Sabtu, Juni 19, 2010

Pilkada dan Suara Mahasiswa

Oleh: Adela Eka Putra Marza


Isu pemilihan kepala daerah menjadi topik terpanas belakangan ini di Sumatera Utara. Sebanyak 25 kabupaten dan kota di Sumut menggelar pelaksanaan pilkada di masing-masing daerah. Pelaksanaan pilkada ini dilakukan dalam tujuh jadwal yang digelar serentak di setiap daerah. Makanya tak heran tahun 2010 ini menjadi tahun politik pilkada bagi masyarakat Sumut dengan pelaksanaan pesta demokrasi terbesar di negeri ini.


Tentu saja gelaran demokrasi ini melibatkan seluruh lapisan masyarakat untuk menyukseskannya sehingga nanti terpilih kepala daerah di masing-masing daerah. Masyarakat menjadi pihak yang memiliki peran utama sebagai pemilih yang akan menentukan siapa pemimpin mereka ke depannya. Pemerintah incumbent tentu juga berperan besar dalam melaksanakan pilkada ini bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah.


Tidak hanya itu. Ada satu unsur lagi yang sebenarnya juga memiliki peran yang sangat besar, termasuk sebagai pemilih dalam menyukseskan gelaran pilkada di Sumut tahun ini. Yakni, mahasiswa. Karena mahasiswa merupakan pemilih pemula dengan jumlah suara yang juga sangat besar. Sehingga mereka memiliki pengaruh yang cukup besar juga dalam menentukan pemimpin ke depan. Lalu seperti apa peran mahasiswa yang diharapkan dalam pilkada ini?


Kaum Intelektual

Dalam sejarahnya, mahasiswa merupakan kaum intelektual generasi penerus bangsa. Kemampuan tersebut juga didukung oleh karakteristik mahasiswa yang rata-rata masih berusia muda, penuh semangat, dinamis dan tidak takut kehilangan sesuatu yang bisa merusak idealisme dirinya. Oleh karena itu, mahasiswa sering digadang-gadang sebagai "intelektual sejati" dalam lingkungannya. Sedangkan dalam kehidupan sosial masyarakat, mahasiswa mempunyai kedudukan yang sangat unik di mana mereka bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat. Makanya tak heran, mahasiswa mempunyai peranan strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Dalam beberapa situasi perjalanan negeri ini, mahasiswa telah menunjukkan perannya dengan memberikan sumbangsih untuk mengkritisi nasib bangsa. Tentu masih jelas dalam ingatan, bagaimana perjuangan mahasiswa dalam membawa dan menyuarakan perubahan di penghujung rezim Orde Baru (Orba) pada tahun 1998. Dengan mengibarkan panji-panji demokrasi, mahasiswa berhasil mengubur kebobrokan pemerintahan Orba di bawah pimpinan Soeharto.


Secara moralitas, mahasiswa memang harus mampu bersikap dan bertindak sesuai dengan idealismenya, bahwa yang benar itu adalah benar dengan mengatakannya penuh kejujuran, keberanian, dan rendah hati. Mahasiswa juga dituntut untuk peka terhadap lingkungan sekitarnya dan terbuka kepada siapa saja. Inilah yang akan membedakan mereka sebagai kaum intelektual muda dengan kelompok masyarakat lainnya. Apalagi, mahasiswa adalah kader-kader calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang, yang akan memegang kendali negara di masa depan.


"Pengawas" Pemerintah

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa mahasiswa juga harus mampu mengambil peran dalam dalam dinamika kebangsaan. Perannya itu bisa dengan melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah, minimal sebagai pengontrol segala bentuk kebijakan yang bersentuhan langsung dengan kesejahteraan rakyat. Kontrol ini dapat berupa kritikan dan masukan atas setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Sehingga dapat meminimalisir kebijakan-kebijakan pemerintah yang terkadang mengabaikan kepentingan rakyat.


Sebagai kaum muda generasi penerus bangsa, mahasiswa bertanggung jawab untuk mengawasi jalannya pemerintahan; apakah berjalan dengan semestinya sesuai dengan peraturan yang berlaku, apakah para wakil rakyat sudah memperjuangkan hak-hak rakyat dengan benar dan tidak melakukan penyelewengan. Ketika para pemimpin dan wakil rakyat mulai mengabaikan aspirasi rakyat, maka mahasiswa yang akan menjadi garis terdepan dalam menyuarakan keluhan rakyat kepada pemerintah.


Biasanya, mahasiswa dapat memerankan diri sebagai "oposan" yang kritis sekaligus konstruktif terhadap ketimpangan sosial dan kebijakan politik serta ekonomi. Mahasiswa harus melawan segala bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh oknum pemerintahan. Sebagai generasi yang diharapkan oleh seluruh rakyat Indonesia, mahasiswa ditantang untuk memperlihatkan kemampuan dalam menjalankan peran tersebut demi kepentingan bersama rakyat banyak.


Mahasiswa harus terjun dalam arus perubahan, sekaligus mencoba mengarahkan dan mengendalikan arah perubahan itu. Jangan sampai, mahasiswa hanya menjadi pengamat dan penonton dari perubahan itu, atau mungkin malah menjadi korban dari perubahan yang dikendalikan oleh orang-orang yang tak memihak rakyat banyak tersebut. Bukan zamannya lagi hanya sekedar menjadi pelaku pasif atau menjadi penonton dari perubahan sosial yang sedang dan akan terjadi.


Suara Mahasiswa

Selain itu, sikap kritis dalam pengawasan terhadap pemerintah ini, bukan hanya pada isu-isu nasional saja. Persoalan di tingkat lokal dalam pemerintahan daerah juga harus dikritisi seperti halnya isu-isu nasional. Mahasiswa harus mengingatkan pemerintah jika mereka telah menyeleweng ataupun lupa pada tugas yang diembannya, dan tidak memihak lagi pada rakyat. Sikap kritis inilah yang menjadi wujud kepedulian mahasiswa terhadap bangsa dan negara, yang dilakukan dengan ikhlas dan dari hati nurani mereka, bukan atas keterpaksaan maupun intimidasi dari pihak luar.


Pergerakan mahasiswa tidak hanya sebatas pada isu-isu nasional. Bahkan isu-isu daerah sebenarnya juga menjadi sebuah kepentingan untuk dikritisi, karena mahasiswa itu sendiri merupakan bagian utama dan yang paling dekat dari daerahnya masing-masing. Tentu akan lebih mudah untuk membaca setia permasalah dalam pemerintahan di daerah dan mengawasi kinerja mereka. Aktivis mahasiswa dan aktivis lain perlu menempatkan posisinya sebagai pengontrol dalam berbagai persoalan. Agar setiap kebijakan pemerintah tidak merugikan kepentingan umum.


Seperti dalam pelaksanaan pilkada di Sumut tahun ini, seharusnya mahasiswa juga mengambil peran sebagai pemilih pemula. Suara mereka yang juga terhitung sangat besar semestinya menjadi kekuatan sendiri dalam menentukan arah perjalanan negeri ini ke depan. Makanya jangan sampai suara mahasiswa malah dipolitisir oleh sekelompok orang yang mungkin dimanfaatkan oleh salah satu pasangan calon kepala daerah. Mahasiswa diharapkan selektif dalam hal ini.


Selain itu, mahasiswa juga harus benar-benar menggunakan hak suaranya. Karena, seperti yang kita lihat dalam Putaran I Pilkada Kota Medan, hanya sekitar 35 persen dari jumlah masyarakat di Medan yang menggunakan hak suaranya. Sedangkan 65 persen lainnya dinyatakan golput. Kenyataan ini tentu saja sangat memprihatinkan, karena kita sangat mengharapkan sekali munculnya seorang pemimpin yang benar-benar dilegitimasi oleh seluruh masyarakatnya.


Fenomena golput ini tentu juga menyinggung keberadaan dan peranan mahasiswa. Karena seperti yang kita ketahui, Kota Medan sebagai ibukota provinsi dan salah satu kota terbesar di Indonesia merupakan kota tujuan bagi studi pendidikan para generasi muda. Tak pelak, banyak pelajar dan mahasiswa berdomisili di Medan. Lalu, apakah semua pelajar dan mahasiswa itu telah menggunakan hak suaranya. Kita berharap seperti itu.


Tidak bisa dipungkiri pula, peran yang berkelanjutan juga sangat diharapkan dari para mahasiswa. Ini akan menjadi bukti bahwa peran kontrol mahasiswa masih aktif. Kalangan aktivis perlu mengawasi tindakan pemerintah setiap waktu dan dalam setiap kebijakan. Tidak harus menunggu hingga rakyat menderita dulu. Karena fungsi sosial kontrol tidak mengenal momentum. Kapanpun ada ketidakberesan, maka fungsi tersebut harus bekerja secara cepat.


Melihat realitas dan tantangan diatas, mahasiswa memiliki posisi yang sangat berat namun sangat strategis dan sangat menentukan. Bukan zamannya lagi untuk sekedar menjadi pelaku pasif atau menjadi penonton dari perubahan sosial yang sedang dan akan terjadi. Tetapi mahasiswa harus mewarnai perubahan tersebut dengan warnanya sendiri, demi kepentingan masyarakat yang akan dituju dari perubahan tersebut, yaitu masyarakat yang benar-benar adil dan makmur.


* Dimuat di Harian Analisa (Jumat, 18 Juni 2010)


Sumber:

http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=58700:pilkada-dan-suara-mahasiswa&catid=78:umum&Itemid=139