------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Advertorial

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

search

Rabu, Juli 13, 2011

Tenaga Kerja Indonesia: Pahlawan Devisa yang "Menjual Nyawa"

Oleh : Adela Eka Putra Marza

Indonesia kembali geger. Bukan soal korupsi M Nazaruddin yang membuat Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono "kebakaran jenggot". Bukan juga soal ramalan kehancuran Partai Demokrat pada Pemilu 2014 mendatang yang didengungkan oleh banyak pakar, gara-gara beberapa kasus korupsi yang menimpa kader partai tersebut.

Namun, seorang perempuan setengah baya bernama Ruyati binti Satubi yang membuat berita besar dan menghiasi berbagai media massa di Tanah Air. Siapa dia? Ruyati hanyalah seorang pekerja Indonesia di Arab Saudi, alias Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Meskipun hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga, namun dia ikut menyumbangkan devisa yang digunakan untuk pembangunan negeri ini.

Sayangnya, perjalanan hidup Ruyati begitu pilu. Nyawanya berakhir di ujung pedang, Sabtu (18/6) lalu, setelah divonis hukuman mati karena membunuh majikannya Khairiya binti Hamid Mijlid. Padahal, ia baru tiga tahun bekerja di rumah tersebut, setelah dikirim bekerja sebagai TKI oleh PJTKI PT Dasa Graha Utama yang berbasis di Jakarta.

Ratusan Orang

Selain Ruyati, ternyata masih ada 23 TKI lainnya di Arab Saudi yang terancam menerima kenyataan seperti warga Sukatani, Bekasi, Jawa Barat itu. Para TKI yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga itu juga menghadapi ancaman hukuman mati. Di antaranya, tenaga kerja wanita (TKW) bernama Sumartini binti Manaungi Galisung asal Nusa Tenggara Barat.

Arab Saudi memang menjadi negara tujuan penempatan TKI terbesar kedua setelah Malaysia. Jumlah TKI di Arab Saudi berjumlah sedikitnya 1,5 juta orang, yang sebagian besarnya adalah pekerja rumah tangga. Sebagian besar pekerja rumah tangga itu perempuan yang mengirim devisa sedikitnya 7,1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 61 triliun tahun 2010.

Jika diamati secara keseluruhan, menurut data dari Kementerian Luar Negeri RI ternyata ada ratusan WNI yang terancam hukuman mati di seluruh dunia. Data ini diambil sejak tahun 1999 hingga 2011, dengan total berjumlah 303 orang. Dari jumlah tersebut, tiga orang telah dieksekusi; dua orang dicabut nyawanya di Arab Saudi, dan satu orang di Mesir.

Kasus terbanyak tetap saja di Malaysia, dengan jumlah 233 TKI. Selanjutnya, China berada di peringkat kedua dengan 29 orang TKI, dan disusul Arab Saudi. Sebanyak 216 orang di antaranya masih dalam proses pengadilan. Yakni, di Malaysia sebanyak 177 orang, di China 20 orang dan di Arab Saudi 17 orang TKI.

Gagal Lindungi Rakyat

Pemerintah Indonesia pun langsung menjadi sorotan di dalam negeri. Kenapa tidak? Dalam kasus terakhir, Pemerintah seharusnya mampu menyelamatkan nyawa Ruyati dengan meminta keringanan hukuman melalui hubungan diplomatik dengan Pemerintah Arab Saudi. Namun, selama ini malah tidak terdengar sama sekali upaya pemerintah kita untuk melakukan itu.

Kesimpulannya, Pemerintah Indonesia saat ini telah gagal melindungi rakyatnya, dimana ini merupakan kewajiban negara. Apalagi, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama ini selalu berkoar-koar bahwa perlindungan atas rakyat menjadi salah satu programnya sebagai kepala pemerintah. Namun, tetap saja itu tidak berpengaruh sama sekali terhadap hidup Ruyati.

Sebelumnya, Presiden SBY juga pernah mengatakan bahwa mereka telah mengambil langkah administratif dan hukum untuk melindungi dan memberdayakan buruh migran seperti Ruyati dan puluhan ribu TKI lainnya. Hal itu disampaikan dengan suara lantang melalui pidatonya dalam Konferensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) di Jenewa, Swiss, Selasa (14/6) lalu.

Apakah ini hanya janji-janji omong kosong belaka? Percuma saja Presiden SBY menyebut para buruh migran ini sebagai pahlawan devisa. Mana perlindungan yang dijanjikan pemerintah sama sekali tidak terbukti. Apa saja tugas Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Luar Negeri, Menteri Hukum dan HAM, BNP2TKI dan Kedubes?

Buka Lapangan Kerja

Hukuman mati itu sebenarnya dapat dihindarkan dengan langkah politik, seperti pernah dilakukan Presiden Abdurrahman Wahid. Namun, pemerintah saat ini terlihat masih sangat kurang usahanya itu melakukan diplomasi tersebut. Seperti dalam kasus Darsem binti Daud Tawar, TKI asal Kabupaten Subang, Jawa Barat, pemerintah lebih berkonsentrasi dalam pembayaran diyat (uang darah) ketimbang melakukan advokasi litigasi di peradilan atau diplomasi secara maksimal.

Belakangan, pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moratorium TKI ke Arab Saudi. Mulai 1 Agustus mendatang, Indonesia akan menyetop pengiriman TKI ke negara di Timur Tengah tersebut. Tidak terima dengan moratorium itu, pemerintah Arab Saudi pun membalasnya dengan tidak akan lagi mengeluarkan visa bagi TKI per 1 Juli kemarin.

Sebenarnya, gagasan moratorium TKI ke Arab Saudi ini merupakan wacana lama. Seharusnya, pemerintah juga melakukan kebijakan lain terkait persoalan TKI ini. Salah satunya dengan memikirkan bagaimana caranya agar warga yang berniat untuk menjadi TKI tidak lagi membludak seperti biasanya. Solusinya, pemerintah harus memiliki komitmen tinggi untuk membangun kawasan pedesaan, yang merupakan penyumbang tertinggi jumlah TKI.

Kita tak dapat menampik bahwa munculnya hasrat masyarakat untuk menjadi TKI, karena melihat manisnya hidup di luar negeri, walaupun hanya sebagai seorang pembantu rumah tangga. Sedangkan di desa tak ada lagi peluang pekerjaan yang mampu mengangkat harkat hidup mereka. Sehingga, mereka pun nekat mengadu nasib di negeri orang.

Poin utama yang harus segera diperhatikan pemerintah adalah menyelesaikan persoalan di kawasan desa ini. Pemerintah harus lebih gencar memperbanyak lapangan pekerjaan di desa-desa, agar masyarakat punya alasan untuk bertahan di kampungnya. Memaksimalkan industri pertanian bisa menjadi salah satu jalan.

* Dimuat di Harian Analisa Medan (Selasa, 12 Juli 2011)


Baca juga di:

http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=100961:tenaga-kerja-indonesia--pahlawan-devisa-yang-qmenjual-nyawaq&catid=1061:12-juli-2011&Itemid=218