------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Advertorial

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

search

Kamis, April 19, 2012

Danau Toba : Antara Ekosistem dan Kerusakan Lingkungan

Oleh : Adela Eka Putra Marza

Danau Toba memang benar-benar menjadi anugerah untuk
masyarakat di sekitarnya. Tidak hanya keindahan alam, namun danau ini juga memberikan kehidupan bagi orang Batak Toba. Sangat disayangkan jika semua ini menjadi punah, hanya gara-gara masyarakat mengeyampingkan kelestarian ekosistem Danau Toba demi meraup rupiah.

Sekitar jutaan tahun lalu, satu gunung api raksasa yang berada di dataran Sumatera meletus. Menurut pakar, letusan gunung yang kemudian dikenal orang sebagai Gunung Toba itu merupakan salah satu dari dua letusan supervolcano (gunung api raksasa) yang pernah terjadi dan diidentifikasi di dunia, selain Supervolcano Yellowstone di Amerika.

Berdasarkan geologi, letusan Supervolcano Toba yang memiliki tingkat letusan mencapai skala 8 VEI (Volcano Explosivity Index/skala maksimum) itu membentuk kaldera, yang kemudian cikal bakal Danau Toba. Oleh karena itulah Danau Toba disebut sebagai sebuah danau vulkanik dengan pulau vulkanik bernama Pulau Samosir di tengah-tengahnya.

Letusan Supervolcano Toba itu sendiri memuntahkan ribuan kubik material. Menurut Bill Rose dan Craig Chesner dari Michigan Technological University, diperkirakan bahan-bahan vulkanik yang dimuntahkan gunung itu sebanyak 2800 km3; 800 km3 batuan ignimbrit dan 2000 km3 abu vulkanik, yang diperkirakan tertiup angin ke barat selama 2 minggu.

Debu vulkanik yang ditiup angin tersebut menyebar ke separuh bagian bumi, dari China hingga ke Afrika Selatan. Letusannya terjadi selama satu minggu dan lontaran debunya mencapai 10 km di atas permukaan laut. Kejadian ini bahkan menyebabkan kematian massal dan pada beberapa spesies, yang kemudian diikuti kepunahan.

Menurut beberapa bukti DNA, letusan ini juga menyusutkan jumlah manusia sampai sekitar 60 persen dari jumlah populasi manusia bumi saat itu, yakni sekitar 60 juta manusia. Letusan tersebut juga ikut menyebabkan terjadinya zaman es, walaupun para ahli masih memperdebatkan soal itu.


Spesies Endemik

Begitu dahsyatnya letusan Gunung Toba, yang berpengaruh besar terhadap perkembangan ekosistem makhluk hidup yang ada saat itu. Pengaruh tersebut ternyata masih ada dalam hingga saat ini. Danau Toba yang terbentuk akibat letusan gunung api raksasa tersebut juga mempengaruhi ekosistem yang ada di sekitarnya saat ini.


Danau Toba banyak menyimpan spesies endemik yang sangat beragam. Terutama berupa ikan Batak (ihan), spesies Neolissochillus Thienemanni yang hanya ada di Danau Toba. Berdasarkan kriteria IUCN (International Union for the Conservation of Nature), jenis ikan ini sudah diklasifikasikan sebagai terancam punah (endangered).


Dulu ikan ini sering dihidangkan sebagai sajian istimewa untuk berbagai acara pesta adat bagi masyarakat setempat. Sayangnya, sekarang sudah sangat sulit untuk menemukan ikan tersebut di Danau Toba. Spesies ikan endemik Danau Toba ini mulai terancam punah akibat kerusakan lingkungan.


Apalagi, masyarakat di sekitar Danau Toba saat ini juga lebih memilih ikan budidaya seperti ikan mas dan nila, untuk dibibitkan dalam keramba jaring apung (KJA). Bisnis ini memang sedang menjadi tren di tengah-tengah masyarakat di sekitar Danau Toba, sebagai pilihan usaha; meskipun kenyataannya banyak menghasilkan limbah bagi Danau Toba.


Keanekaragaman Hayati

Potensi air dari Danau Toba memang sangat besar. Hal ini sebenarnya juga bisa dimanfaatkan untuk menjaga keutuhan ekosistem di daratan. Bahkan, seharusnya juga mampu menopang kebutuhan air untuk pertanian di sekitar Danau Toba sebagai sumber air untuk irigasi. Namun, malah sering kali lahan pertanian di Samosir malah kekeringan.


Hal yang tak kalah menarik dari ekosistem Danau Toba adalah potensi keanekaragaman hayati daratan yang dimilikinya. Berbagai jenis tumbuhan terdapat di sekitar Danau Toba dan hanya bisa ditemukan di sana. Di antaranya ada anggrek Toba, adulpak, kantung semar dan andaliman yang dikenal sebagai salah satu bahan masakan khas Batak Toba.

Di samping itu, kawasan Danau Toba juga menyimpan potensi kawasan hutan yang sangat luas. Daerah ini memiliki ekosistem daratan yang luas dengan di kelilingi oleh pegunungan Bukit Barisan. Meski beberapa tahun belakangan ini sudah mulai gundul, namun kawasan hutan tersebut turut berperan dalam menjaga ketersediaan air Danau Toba.

Ekosistem daratan ini memiliki potensi andalan, antara lain kawasan dikelilingi oleh pegunungan Bukit Barisan dengan panjang mencapai 87 kilometer. Kawasan hutan ini memiliki luas 259.721 hektar yang berada pada ketinggian 900 meter dari permukaan laut, dan menghidupi masyarakat di 443 desa di sekitar Danau Toba.


Ancaman Lingkungan

Sangat disayangkan, aktifitas perekonomian masyarakat di sekitar Danau Toba saat ini mulai banyak mengancam kelestarian ekosistem dan lingkungan di sekitar Danau Toba tersebut. Usaha keramba yang menjamur di perairan Danau Toba menjadi penyumbang limbah terbanyak, akibat sisa-sisa pakan ikan yang berasal dari bahan kimia.


Bahan-bahan tersebut mempengaruhi mutu air di Danau Toba yang semakin lama semakin rendah. Berdasarkan hasil penelitian Prof Ternala Alexander Barus, Guru Besar FMIPA Universitas Sumatera Utara pada akhir 2004, diketahui bahwa nilai kelarutan oksigen pada air Danau Toba telah turun pada nilai yang sangat rendah, yakni 2,95 mg/l.


Ini menunjukkan bahwa ketersediaan oksigen sudah sangat terbatas. Selain itu, nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) pada air Danau Toba sebesar 14 mg/l juga mengindikasikan tingginya bahan organik di dalam air. Bahan tersebut kemungkinan berasal dari sisa pakan yang tidak habis dikonsumsi oleh ikan budidaya.


Melihat ancaman pencemaran lingkungan di sekitar Danau Toba ini, tentunya pemerintah harus segera menentukan langkah untuk mengatasinya. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara harus konsisten dalam pemberlakuan zonasi di kawasan Danau Toba. Pembatasan terhadap zona industri yang memanfaatkan lingkungan Danau Toba harus dilakukan secara tegas.


Selain itu, upaya menjaga agar kualitas mutu air Danau Toba tetap baik juga bisa dilakukan dengan cara mengakrabkan lingkungan dengan ekonomi masyarakat sekitar kawasan Danau Toba. Pemerintah daerah harus mampu mengakrabkan kepentingan lingkungan Danau Toba dan kepentingan perut masyarakat dalam mempertahankan hidupnya.


* Dimuat di Harian Analisa (Kamis, 19 April 2012)

Sumber: www.analisadaily.com/news/read/2012/04/19/46424/antara_ekosistem_dan_kerusakan_lingkungan/