------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Advertorial

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

search

Kamis, Juli 10, 2014

Membumikan “Gerakan Hijau” dengan Cara Sederhana

Oleh: Adela Eka Putra Marza

Masalah lingkungan di Indonesia menjadi agenda utama yang mendapat banyak perhatian dari berbagai pihak beberapa tahun terakhir. Mulai dari komitmen pemerintah yang menggalakkan gerakan menanam sejuta pohon melalui jajaran birokrasi dan bekerja sama dengan kalangan masyarakat, hingga pihak swasta yang juga melibatkan kelompok-kelompok masyarakat dalam membumikan “gerakan hijau”.

Jumlah hutan yang semakin berkurang hingga persoalan sampah yang tidak terselesaikan, menjadi beberapa alasan utama sehingga agenda pelestarian lingkungan menjadi sangat penting belakangan ini. Efek negatifnya bisa kita rasakan bersama saat ini, seperti bumi yang semakin panas akibat suhu yang terus naik, hingga masalah bencana alam terutama banjir akibat curah hujan dan iklim bumi yang tidak terkontrol.

Belum lagi soal ruang terbuka hijau yang semakin minim di banyak kota besar di Indonesia, juga menjadi penyebab terancamnya kelestarian lingkungan hidup. Bahkan, hal ini juga mulai menular ke wilayah perdesaan. Pembangunan terus berkembang tanpa perencanaan yang matang, sehingga lahan-lahan kosong yang seharusnya bisa “dihijaukan”, malah tumbuh menjadi “hutan beton” yang membuat bumi semakin panas dan ganas.

Dampak Kerusakan Lingkungan
Persoalan sampah menjadi salah satu masalah terbesar dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Gaya hidup manusia yang semakin berkembang dengan gaya hidup yang serba instan, merupakan penyebab utamanya terus meningkatnya jumlah sampah di dunia. Kebiasaan membuang sampah sembarangan juga ikut merusak alam, terutama bagi orang-orang yang secara kultur telah “mengubah” sungai menjadi tempat sampah.

Masalah lain adalah terus berkurangnya lahan hijau. Penebangan hutan secara ilegal menjadi salah satu penyebab, selain juga pembangunan tanpa perencanaan yang mengakibatkan semakin minimnya ruang terbuka hijau (RTH). Seperti yang terjadi di Kota Medan, RTH yang tersedia belum cukup 30 persen dari total luas wilayah, sesuai yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Alhasil, persoalan sampah dan minimnya lahan hijau ini mengakibatkan pemanasan global yang menjadi banyak pembicaraan saat ini. Fenomena ini begitu nyata dengan adanya peningkatan suhu atmosfer bumi. Dampak lebih besar tentunya berupa bencana alam, seperti longsor hingga banjir. Bencana banjir menjadi sesuatu yang semakin lumrah dalam beberapa tahun terakhir, dimana banyak terjadi banjir besar di berbagai negara.

Butuh Dukungan Bersama
Agenda pelestarian lingkungan sebenarnya merupakan isu global yang didorong dunia internasional melalui sasaran Millennium Development Goals (MDGs). Jauh sebelumnya, beberapa negara di dunia bahkan telah membuat persetujuan internasional di bidang lingkungan, seperti yang dilakukan pada Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 1992 dan Protokol Kyoto di Jepang pada tahun 1997.

Namun, gerakan ini tentunya harus didukung oleh semua lapisan masyarakat. Pelestarian lingkungan seharusnya memang tidak hanya menjadi tanggung jawab dunia internasional, pemerintah, dan pihak swasta saja, tetapi juga merupakan kewajiban bagi semua orang. Berbagai elemen harus ikut dan terus bergerak untuk mendorong dan menggalang usaha bersama demi menjaga kelestarian alam.

Dengan dukungan dari semua masyarakat, maka agenda pelestarian lingkungan sebagai bentuk “gerakan hijau” tidak hanya akan menjadi sebuah gerakan simbolis semata, tetapi diharapkan bisa memberikan hasil yang nyata bagi lingkungan untuk masa depan bumi dan demi kualitas kehidupan yang lebih baik. Tentunya pula, gerakan ini harus berkelanjutan, sehingga memberikan hasil yang terus-menerus hingga waktu yang panjang.

Mulai dari Rumah
“Gerakan hijau” bisa diartikan sebagai suatu proses untuk mencapai kondisi “hijau” melalui gaya hidup setiap manusia. Dari konsep ini, sangat jelas bahwa yang paling berperan adalah masyarakat, baik sebagai produsen, sebagai konsumen, dan maupun sebagai stakeholders, yang akan memberikan kontribusi utama. Sayangnya, “gerakan hijau” ini masih belum merasuk ke dalam sanubari setiap lapisan masyarakat Indonesia.

Jika dipandang secara sederhana, memulai dan melakukan “gerakan hijau” ini pada dasarnya tidaklah serumit yang mungkin muncul dalam pertemuan-pertemuan internasional tentang lingkungan hidup. Dari lingkungan rumah kita sendiripun, “gerakan hijau” ini bisa mewujud dalam bentuk yang nyata, dan bisa berjalan dengan konsep yang kompleks berupa pencegahan (preventif), penanggulangan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitasi).

Gerakan pola konsumsi vegetarian dan gerakan hemat energi bisa menjadi beberapa contoh gerakan kecil yang sederhana, namun hasilnya jelas bisa terasa. Mengganti pola konsumsi daging yang selama ini menjadi salah satu penyumbang emisi terbesar di dunia melalui gas metana yang dihasilkannya, hingga menghemat penggunaan listrik dan bahan bakar minyak, tentulah tidak sulit untuk dilakukan sehari-hari.

Kebun rumah juga bisa menjadi hal sederhana yang bisa dilakukan untuk mendukung “gerakan hijau”. Menanam sayur-sayuran di depan atau belakang rumah, atau berupa tanaman vertikal yang digantung di tempat-tempat kosong di sekitar rumah, tidak hanya akan berguna untuk menjaga keberlangsungan bumi, tetapi juga bermanfaat untuk keluarga sebagai bahan makanan organik yang ramah lingkungan. Yang terpenting, mulailah dari sekarang!

* Dimuat di Rubrik Lingkungan, Harian Analisa (Minggu, 1 Juni 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar