------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Advertorial

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

search

Sabtu, Juni 22, 2013

Kenaikan Harga BBM: Dana "Balsem" (Tidak) Akan Jadi Solusi

Oleh: Adela Eka Putra Marza 

(Sumber: Harian Analisa)

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) akhirnya menyetujui Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) Perubahan Tahun 2013 menjadi Undang-Undang. Keputusan ini diambil melalui mekanisme voting dalam Sidang Paripurna DPR RI pada Senin, 17 Juni 2013 kemarin, yang berlangsung alot dan memakan waktu hampir 12 jam.

Dengan disahkannya UU APBN Perubahan tersebut, maka dipastikan harga bahan bakar minyak bersubsidi akan dinaikkan. Rencananya, harga Premium menjadi Rp 6.500 dan Solar menjadi Rp 5.500. Sebanyak 338 orang dari Fraksi Demokrat, Golkar, PAN, PPP dan PKB mendukung keputusan kenaikan BBM ini. Sedangkan 181 orang dari Fraksi PDI-P, PKS, Gerindra, dan Hanura menolak rencana pemerintah tersebut.

Kenaikan harga BBM ini juga akan memastikan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya. Bahkan, beberapa hari sebelum UU APBN Perubahan tersebut disetujui oleh DPR RI, harga-harga kebutuhan pokok di pasaran sudah lebih dulu mengalami kenaikan. Efeknya, daya beli masyarakat akan semakin rendah, yang sedikit banyak juga pasti akan berdampak terhadap stabilitas perekonomian dalam negeri.

Pada dasarnya tujuan pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan harga BBM ini sangatlah baik, yakni untuk mengendalikan subsidi dan mencapai ketahanan energi, serta menjaga kualitas anggaran yang bisa dialokasikan untuk pembangunan. Namun, efeknya tetap akan sangat terasa dalam kehidupan masyarakat, terutama masyarakat kelas menengah ke bawah, apalagi menjelang bulan puasa dan lebaran dalam waktu dekat ini.

Dana Bantuan untuk Masyarakat

Untuk mengantisipasi segala kemungkinan terburuk yang bisa terjadi akibat kenaikan harga BBM tersebut, pemerintah memang sudah melakukan berbagai persiapan. Tidak hanya menyiapkan sejumlah perangkat peraturan pendukung dan pengawasan secara ketat di lapangan, tetapi juga anggaran dana bantuan bagi penduduk miskin untuk tetap menstabilkan daya belinya.

Sebelumnya, Badan Anggaran DPR RI telah menyetujui anggaran untuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), atau disebut juga “Dana Balsem” sebesar Rp 9,32 triliun, dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) Belanja Pemerintah pada Kamis, 13 Juni 2013 lalu. Bantuan tersebut akan diberikan untuk penduduk miskin selama empat bulan, yang rencananya akan dibagikan dalam dua tahap, yaitu pada akhir Juli dan akhir September 2013.

Dana bantuan tersebut akan disalurkan kepada 15,5 juta rumah tangga penduduk miskin, dengan besaran bantuan Rp 150.000 per kepala keluarga setiap bulan. Jumlah anggaran tersebut sebenarnya sedikit berkurang dari jumlah awal yang diajukan sebesar Rp 11,6 triliun yang akan diberikan selama lima bulan, untuk jumlah besaran bantuan dan jumlah sasaran rumah tangga yang sama.

Dengan begitu, ada selisih sebesar Rp 2,31 triliun dari anggaran awal yang diajukan. Menurut Pelaksana tugas Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani, seperti diberitakan www.tempo.co (Kamis, 13 Juni 2013), selisih anggaran tersebut tetap akan disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk infrastruktur dasar dan infrastruktur modal, serta tambahan kebutuhan mendesak untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Selisih tersebut rencananya akan disalurkan untuk infrastruktur dasar Rp 1,25 triliun, infrastruktur modal Rp 500 miliar, dan tambahan kebutuhan mendesak Rp 196,4 miliar. Sayangnya, sisanya dengan nominal yang masih cukup besar, yakni mencapai Rp 360 miliar juga akan digunakan untuk biaya penyaluran dan pengamanan BLSM. Padahal dana sebesar itu dapat membantu sekitar 600.000 rumah tangga.

Jumlah Penduduk Miskin Indonesia 

Yang menjadi permasalahan sebenarnya, berapa jumlah penduduk miskin di Indonesia? Apakah anggaran BLSM sebesar Rp 9,32 triliun untuk 15,5 juta rumah tangga miskin di Indonesia itu benar-benar cukup? Karena hingga saat ini, secara kasar saja kita bisa melihat masih banyak penduduk miskin di Indonesia. Bisa saja anggaran BLSM tersebut tidak mampu menjangkau semua penduduk miskin di negeri ini.

Sebagai perbandingan, pada Januari 2013 lalu anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi masalah kesehatan dan kesejahteraan rakyat, Poempida Hidayatulloh mengatakan, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang berada di bawah koordinasi Wakil Presiden telah menghitung angka jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 96 juta jiwa (www.kontan.co.id, 17 Januari 2013)

Angka ini mengalami peningkatan signifikan dari tahun 2012 yang hanya mencapai 76,4 juta jiwa. Menurut politisi Partai Golkar tersebut, pemerintah kurang transparan dalam masalah pengakuan terhadap penambahan jumlah orang miskin ini. Data ini tidak dibeberkan kepada masyarakat secara luas, karena dianggap sebagai sesuatu yang wanprestasi oleh pemerintahan yang mengklaim dapat mengurangi angka jumlah penduduk miskin.

Sementara itu, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan September 2012, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,59 juta orang atau 11,66 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Menurut catatan BPS, angka tersebut berkurang hingga 0,54 juta orang atau sebesar 0,30 persen, jika dibandingkan dengan penduduk miskin Indonesia pada Maret 2012 yang mencapai 29,13 juta orang (11,96 persen).

Sebagai catatan tambahan, penduduk miskin dalam pengertian BPS adalah penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan sebesar Rp 259.520. Dalam artian, penduduk miskin di Indonesia adalah penduduk yang tidak mampu mencapai daya beli atau tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup sampai dengan batas pengeluaran Rp 259.520 per bulan.

Jika membandingkan batas garis kemiskinan dengan jumlah dana BLSM Rp 150.000 per bulan, tentu saja belum mencukupi. Apalagi jika membandingkan besaran anggaran Rp 9,32 triliun dengan jumlah penduduk miskin di Indonesia. Tentu saja kebijakan mengucurkan dana BLSM tidak akan bisa menjadi solusi terbaik untuk meredam efek kenaikan harga BBM. Seharusnya pemerintah punya solusi lain yang jauh lebih mencerdaskan masyarakat.


* Dimuat di Harian Analisa (Sabtu, 22 Juni 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar