------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Advertorial

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

search

Selasa, Januari 01, 2013

Mendorong Pertumbuhan Ruang Terbuka Hijau di Medan

Oleh: Adela Eka Putra Marza

Melihat perkembangan Kota Medan saat ini, pembangunan di sektor industri dan perdagangan terus meningkat. Sejumlah bangunan yang diperuntukkan bagi pusat bisnis terus dibangun di sejumlah lahan di wilayah Kota Medan. Dari sisi ekonomi, tentu saja perkembangan tersebut akan berdampak positif terhadap kehidupan masyarakat, terutama dengan semakin banyaknya lapangan pekerjaan.

Namun, di sisi lain ternyata pengembangan fisik tersebut juga mempengaruhi sektor lingkungan. Penggunaan lahan yang terlalu banyak untuk pembangunan areal perkotaan mengakibatkan semakin berkurangnya jumlah lahan yang bisa menjadi ruang terbuka hijau (RTH). Padahal keberadaan RTH tersebut sangat penting untuk menjaga keseimbangan lingkungan, selain juga sebagai lokasi rekreasi dan taman bermain bagi masyarakat.

Kurangnya RTH di Kota Medan menyebabkan kota yang dikenal juga dengan sebutan Tanah Deli ini semakin terasa sumpek. Polusi udara akibat sumbangan karbondioksida dari kendaraan bermotor yang semakin merajalela jumlahnya, tak mampu lagi diurai oleh pepohonan yang tersisa di kota ini, karena kuantitas pohon sudah tidak sebanding lagi dengan jumlah kendaraan bermotor yang bertambah setiap hari.

Tidak heran jika cuaca ekstrim seringkali muncul di Kota Medan belakangan ini. Seperti suhu udara yang selalu panas setiap hari mencapai 37 derajat celcius, bahkan juga di malam hari.

Selain itu, datangnya hujan juga tidak bisa lagi diprediksi, termasuk juga kecepatan angin yang bisa saja tiba-tiba tinggi, hingga menyebabkan kerusakan sejumlah bangunan milik masyarakat, seperti yang diakibatkan angin puting beliung.

Jumlah yang Minim
Berdasarkan laporan Harian Kompas, 18 Maret 2012, Kota Medan hanya memiliki RTH sebanyak 8 persen dari luas kota yang mencapai 26.510 hektar, atau hanya sekitar 2.120,8 hektar. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Kota Medan sebanyak 2.949.830 jiwa (Wikipedia.org), maka jumlah peruntukan RTH di kota ini hanya sekitar 7,19 m2 per 1 orang penduduk.

Jumlah tersebut tentu saja sangat minim jika dibandingkan dengan ambang batas RTH yang diwajibkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu seluas 30 persen dari total luas kota.

Keberadaan peraturan tersebut memperkuat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah ada sebelumnya untuk mengatur tentang hutan kota.

Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 sendiri, pada Pasal 29 ayat (1) ditegaskan bahwa ruang terbuka hijau terdiri dari RTH publik dan RTH privat. Kemudian, ayat (2) menegaskan lagi jumlah RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luar wilayah kota, sedangkan pada ayat (3) disebutkan jumlah RTH publik pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luar wilayah kota.

Seharusnya Pemerintah Kota Medan bisa memperhatikan peraturan tersebut, dan merealisasikan keberadaan RTH sesuai dengan yang diamanatkan undang-undang. Apalagi, undang-undang yang dimaksud juga didukung dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.

Solusi Bersama
Persoalan kurangnya RTH di Kota Medan ini harus segera diselesaikan oleh Pemko Medan, untuk mencegah terjadinya cuaca ekstrim secara terus-menerus yang dapat mengakibatkan terganggunya aktifitas mayasrakat, bahkan bisa membahayakan.

Selain itu, keberadaan RTH yang mencukupi juga mampu mengurangi pencemaran udara dan mempertahankan jumlah debit air bawah tanah. Kemudian, Pemko Medan juga harus mempertahankan RTH yang telah tersedia dan mengkaji ulang kesesuaian jenis vegetasi khususnya pada taman-taman baru.

Soal pemberian izin pendirian bangunan-bangunan baru juga harus diperhatikan serius, dengan mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Dalam peraturan tersebut, ditegaskan soal asas keseimbangan dan keserasian lingkungan.

Malah, akan lebih baik lagi jika negeri kita bisa mencontoh negara tetangga, Singapura yang bisa membangun pemukiman masyarakat di tengah hutan pohon, bukan ditengah hutan beton seperti yang terjadi di Kota Medan. Melihat pembangunan pemukiman seperti itu, keberadaan hutan kota tetap dilestarikan dengan menjaga keseimbangan lingkungan dalam pembangunan pemukiman atau perkantoran.

Selain itu, peran serta masyarakat dan pihak swasta tentunya juga sangat diharapkan dalam mendukung program penambahan RTH. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menambah RTH, misalnya dengan membuat RTH privat bagi pihak swasta.

Masyarakat sendiri bisa turut membantu dengan memanfaatkan areal yang tersedia untuk menanam satu pohon pelindung dalam setiap rumah tangga.


* Dimuat di Harian Analisa (Minggu, 30 Desember 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar