Oleh: Adela Eka Putra Marza
Bangsa Indonesia lagi-lagi
dikejutkan dengan hasil perkembangan penyidikan sejumlah kasus korupsi di
negeri ini. Setelah sebelumnya beberapa nama ditetapkan sebagai tersangka,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan peningkatan kinerjanya
dengan menetapkan beberapa orang tersangka lainnya dalam kasus korupsi proyek
Pembangunan Pusat Pelatihan dan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.
Para tersangka baru dalam kasus korupsi senilai Rp 2,5
triliun itu salah satunya adalah Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Andi Alfian
Mallarangeng, yang juga Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat. Selain itu,
adik bungsunya Andi Zulkarnain (Choel) Mallarangeng dan Kepala Divisi
Konstruksi I PT Adhi Karya M Arief Taufiqurahman juga ditetapkan sebagai
tersangka pada saat yang bersamaan.
Ini tertuang dalam surat KPK tanggal 3 Desember 2012 yang
ditujukan kepada Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Dalam
surat tersebut tertulis bahwa "...KPK sedang melakukan penyidikan tindak
pidana korupsi terkait pengadaan sarana dan prasarana olahraga Hambalang TA
2010-2011 yang dilakukan oleh tersangka Andi Alfian Mallarangeng selaku
Menpora/Pengguna Anggaran..." (Harian Analisa, Jumat, 7 Desember 2012).
Terus Bergulir
Beberapa hari sebelumnya, sebenarnya Ketua KPK Abraham Samad
sudah menjanjikan akan mengungkap sejumlah nama baru sebagai tersangka dalam
kasus Hambalang. Apalagi sejak menetapkan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga
Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Dedy Kusdinar sebagai tersangka,
sejumlah fakta baru dalam kasus korupsi ini mulai terkuak. Pelaku
penyalahgunaan wewenang dalam kasus Hambalang semakin terlihat jelas.
Selain itu, dalam beberapa kali sidang di Pengadilan Tipikor
(Tindak Pidana Korupsi) Jakarta mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad
Nazaruddin dan mantan anggota Fraksi Demokrat DPR-RI Angelina Sondakh juga
menyebut sejumlah nama petinggi partai penguasa tersebut yang turut andil dalam
kasus Hambalang. Di antara nama yang disebut adalah Ketua Umum Anas Urbaningrum
dan Sekretaris Jenderal Edhi Baskoro Yudhoyono alias Ibas Yudhoyono.
Pada awalnya, adalah Muhammad Nazaruddin yang terseret dalam
kasus korupsi pembangunan Wisma Atlit di Palembang, hingga kemudian ditetapkan
sebagai tersangka pada 30 Juni 2011. Meski sebelumnya ia bersikap defensif
dengan cara bungkam tidak membongkar borok rekan-rekan separtainya, namun
akhirnya ia tidak tahan juga. Nama Angelina Sondakh menjadi yang pertama
diungkapnya ke KPK terkait kasus korupsi Wisma Atlit.
Kemudian, Nazaruddin juga menyebut nama Anas Urbaningrum
sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam berbagai skandal. Pada saat itu Anas
membantahnya, bahkan sampai bersumpah siap digantung di Monas (Monumen
Nasional, Jakarta) jika ia terlibat dalam kasus korupsi tersebut. Selanjutnya,
giliran putera Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Ibas Yudhoyono yang disebut
oleh Nazaruddin dalam sidang Pengadilan Tipikor, Kamis (29/11) lalu.
Dukungan Penuh
Gebrakan yang dilakukan oleh KPK sejak dipimpin Abraham Samad
memang memberikan harapan baru bagi upaya percepatan pemberantasan korupsi di
Indonesia. Tak hanya kasus korupsi para pejabat politik, KPK juga memburu
pelaku korupsi di jajaran kepolisian. Pada 3 Desember 2012 lalu, KPK sudah
menetapkan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Djoko Susilo sebagai
tersangka dalam kasus korupsi pengadaan simulator SIM di Korlantas Polri 2011.
Bahkan, Abraham juga mengaku telah mengantongi sejumlah nama
sebagai tersangka dalam kasus korupsi pemberian dana talangan fasilitas
pendanaan jangka pendek (bailout) ke Bank Century. Saat ini, kasus korupsi
tersebut telah naik ke proses penyidikan. Kasus bailout Bank Century sendiri
hingga saat ini masih tercatat sebagai kasus korupsi terbesar di Indonesia,
yakni senilai Rp 6,7 triliun, dan penanganannya sudah berlangsung sejak
Desember 2009.
Upaya-upaya yang dilakukan KPK dalam mengungkap kasus-kasus
korupsi di negeri ini tentu saja harus mendapat dukungan penuh dari pemerintah
dan masyarakat. Independensi KPK dalam menjalankan tugasnya harus tetap dijaga,
tanpa adanya campur tangan pihak penguasa untuk mengaburkan fakta-fakta dan
bukti-bukti dalam pengungkapan kasus-kasus korupsi tersebut. Penguatan di tubuh
KPK juga harus terus dilakukan oleh semua pihak.
Fakta bahwa sebanyak 31 orang dari total 83 penyidik KPK
telah ditarik oleh Mabes Polri, bisa saja menjadi upaya pelemahan di tubuh KPK.
Jumlah tersebut belum termasuk 13 penyidik yang juga akan ditarik oleh Mabes
Polri dalam waktu dekat. Kebijakan ini ternyata berpengaruh besar terhadap
kecepatan penyidikan yang dilakukan KPK, yang belakangan mengalami penurunan
lantaran sedikitnya jumlah penyidik. Ini seharusnya menjadi sorotan kita
bersama.
Harapan Besar
Penetapan tersangka terhadap sejumlah tokoh partai penguasa
di negeri ini seperti menjadi sejumlah ujian yang sedang dilewati oleh KPK.
Lembaga tersebut berusaha menunjukkan kekuatannya dalam memberantas korupsi di
Indonesia. Meskipun beberapa dari nama-nama yang telah ditetapkan sebagai
tersangka merupakan tokoh-tokoh penting dalam pemerintahan, seperti Andi
Mallarangeng dan Muhammad Nazaruddin, namun KPK tetap jalan terus.
Bahkan, ketika nama Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum
dan Sekretaris Jenderal Ibas Yudhoyono yang notabene merupakan putra bungsu
dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), juga diungkit-ungkit ikut
bertanggung jawab dalam sejulah kasus korupsi tersebut, KPK tetap terus
mengusutnya. Semua masyarakat tentu saja berharap agar KPK bisa
mengenyampingkan embel-embel "anak pejabat" sebagai uji nyali bagi
keberanian KPK ini.
Jika merujuk ke belakang, sebelumnya Presiden SBY juga
pernah menegaskan bahwa ia sebagai presiden tidak akan pernah mencampuri proses
hukum dalam pengusutan kasus korupsi di negeri ini. Pernyataan tersebut
tertulis dalam surat balasannya kepada Nazaruddin pada Agustus 2011 lalu, yakni
"Dalam setiap kasus hukum, yang melibatkan siapapun, saya tidak pernah,
tidak akan, dan memang tidak boleh mencampuri proses hukum yang harus
independen, bebas dari intervensi siapa pun". Pernyataan ini tentu saja
juga bisa menjadi catatan kita bersama.
* Baca juga di Harian Analisa (Senin, 10 Desember 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar