------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Advertorial

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

search

Senin, Desember 10, 2012

Parit Tersumbat, Nyamuk Semakin Kuat

Oleh: Adela Eka Putra Marza 

Belakangan perkembangan nyamuk terasa semakin banyak. Situasi ini diperparah dengan kondisi cuaca yang seringkali hujan. Dengan keadaan drainase, terutama parit di Kota Medan yang lebih banyak tersumbat, mengakibatkan munculnya genangan air. Genangan air inilah yang membantu meningkatnya pertumbuhan jentik-jentik nyamuk, seperti nyamuk Aedes Aegypty. Dampaknya, kasus penyakit demam berdarah dengue (DBD) pun ikut naik tinggi.


Gigitan nyamuk Aedes Aegypty tersebut menyebarkan virus dengue. Dengan masa inkubasi 5-8 hari, muncullah demam mendadak disertai mual, muntah, nyeri otot, bahkan bisa dengan pendarahan di gusi, hidung atau saluran cerna seperti muntah darah. Lebih jauh, virus dengue ini akan semakin membahayakan saat penderita mengalami demam shock sydrome. Jika terlambat mendapatkan pengobatan, bahkan pasien bisa meninggal dunia.

Secara biologis, nyamuk lebih cepat berkembang biak di lingkungan yang lembab, terutama pada genangan air. Dalam perkembangbiakannya, nyamuk dapat bertelur hingga 500 telur dalam satu kali. Dari jumlah tersebut, yang bisa hidup dan berkembang bisa mencapai 50, termasuk nyamuk betina yang menggigit dan menularkan virus. Seekor nyamuk dapat hidup selama satu bulan lebih, dengan waktu bertelur dua minggu kemudian dan terus bertelur setiap dua hari sekali.

Kasus Tertinggi di Sumut
Menurut data dari Dinas Kesehatan Sumatera Utara, seperti yang diberitakan Harian Analisa terbitan Rabu, 31 Oktober 2012, Kota Medan tercatat dengan jumlah kasus DBD tertinggi, yaitu sebanyak 956 orang penderita DBD. Jumlah ini adalah 31,24 persen dari total 3.060 penderita DBD di Sumut sampai bulan September 2012. Parahnya, sebanyak 18 orang di antaranya bahkan berujung dengan meninggal dunia.

Jumlah kasus DBD di Kota Medan ini jauh lebih banyak dengan kasus DBD di Kabupaten Simalungun sebanyak 423 penderita DBD (13,82 persen) dengan satu orang meninggal, Kota Pematang Siantar 381 orang (12,45 persen), Kabupaten Deli Serdang 343 orang (11,2 persen), serta Kabupaten Asahan 115 orang (3,75 persen) dan seorang meninggal. Jumlah ini tentu saja akan meningkat lagi hingga akhir tahun, apalagi melihat musim penghujan yang masih berlangsung.

Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah kasus DBD di Kota Medan pada tahun ini memang belum terlalu banyak. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Medan, jumlah penderita DBD pada tahun 2011 sebanyak 2.384 orang, sedangkan tahun 2010 sebanyak 3.122 orang (Harian Analisa, 14 Oktober 2012). Melihat data tersebut, memang terjadi penurunan jumlah kasus DBD setiap tahun. Namun, jumlah kasus DBD tahun ini, tetap saja terbilang tinggi di Sumut.

Pemberantasan Sarang Nyamuk
Untuk mengurangi kasus DBD di Kota Medan, dinas terkait yakni Dinas Kesehatan Kota Medan harus lebih aktif dalam melakukan berbagai solusi penanggulangan, seperti pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Fogging (pengasapan) dalam rangka PSN yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan sejauh ini memang sudah rutin dilakukan setiap hari secara gratis, dengan menurunkan satu tim pada enam lokasi.

Namun, ini tentu saja masih kurang, mengingat luasnya wilayah Kota Medan jika dibandingkan dengan frekuensi fogging yang dilakukan setiap hari. Selain itu, seharusnya, fogging dilakukan secara serentak, misalnya minimal dua kali setahun. Jika dilakukan dengan sistem seperti sekarang; pada lokasi yang berbeda setiap hari, perkembangbiakan nyamuk tetap tidak bisa dikurangi, karena lokasi perkembangannya pun bisa berpindah-pindah.

Selain itu, fungsi petugas penyuluh kesehatan juga harus dimaksimalkan. Sosialisasi mengenai gejala DBD, sebab dan cara penularannya kepada masyarakat, diharapkan bisa dilakukan secara kontiniu dan berkesinambungan. Apalagi, pemerintah daerah sudah menganggarkan dana sebesar Rp 2,1 miliar untuk program terkait sanitasi dan pengendalian penyakit berbasis lingkungan, termasuk DBD (Harian Analisa, 14 Oktober 2012).

Peran Serta Masyarakat
Selain tanggung jawab besar dari pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan, peran serta masyarakat juga menjadi hal penting dalam rangka menurunkan angka kasus DBD di Kota Medan. Langkah awal yang paling utama tentu saja dengan melakukan pencegahan dari lingkungan masyarakat sendiri, terutama dengan cara menciptakan lingkungan dan berperilaku hidup bersih dan sehat. Ini bisa dilakukan, misalnya dengan membuah sampah pada tempatnya.


Sejauh ini, pemerintah sudah mencanangkan program nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan tujuan mengubah perilaku higienis dan sanitasi yang bersih dalam kehidupan melalui pemberdayaan masyarakat. Setiap rumah tangga diharapkan bisa mengelola sampahnya dengan benar. Jika sanitasi sudah bagus, maka penyakit berbasis lingkungan seperti DBD bisa menurun dengan sendirinya.

Selama ini, kita baru sibuk mengkampanyekan slogan 3M Plus setelah kasus DBD banyak terjadi. Padahal, langkah-langkah pencegahan dengan cara 3M Plus tersebut sangatlah sederhana. Kita bisa melakukan kegiatan menguras dan menutup tempat-tempat penampungan air, serta mengubur sampah yang dapat menampung air kapan saja, tanpa banyak memakan waktu. Memeriksa bak mandi, kaleng bekas, pot bunga, aquarium tentu saja bukanlah hal yang sulit.

Selain menguras, menutup dan mengubur, kita juga bisa menaburkan bubuk abate atau altosid setiap 2-3 bulan sekali di tempat air yang sulit dikuras, memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, serta mencegah gigitan nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk dan memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi. Harapannya, slogan 3M Plus ini jangan sampai hanya menjadi sebatas sebatas retorika dan seremonial belaka.


* Baca juga di Harian Analisa (Selasa, 4 Desember 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar