------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Advertorial

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

search

Selasa, September 15, 2009

Soal Polemik Angkutan Umum

Oleh: Adela Eka Putra Marza


Kita semua pasti setuju jika angkutan atau sarana transportasi punya peranan penting dalam kehidupan, karena merupakan faktor pendukung berjalan dan berkembangnya sektor sosial budaya, politik, perekonomian, dan pemerintahan. Tanpa dukungan transportasi, kegiatan-kegiatan tak akan dapat berjalan. Bahkan kemajuan bangsa atau wilayah tak akan terwujud.


Melihat hal ini merupakan aspek yang sangat penting bagi berlangsungnya kehidupan bangsa, makanya sangat penting sekali aspek ini untuk diprioritaskan ke depannya. Namun, kondisi angkutan umum di Indonesia dewasa ini malah masih jauh dari kata kemajuan. Bahkan mungkin dari tahun ke tahun mengalami kemunduran.


Minimnya Infrastruktur

Buruknya infrastruktur di Indonesia tergambar dari pemeringkatan Indeks Daya Saing Global versi World Economic Forum (WEF) 2007-2008. Dari 131 negara yang disurvei, Indonesia hanya menduduki peringkat ke-91 berdasarkan insfrastrukturnya yang tersedia. Soal kondisi infrastruktur ini merupakan salah satu dari 12 pilar dasar yang dinilai WEF untuk pemeringkatan daya saing ekonomi.


Berkaca dari hasil ini, kita bisa simpulkan bahwa infrastruktur di Indonesia benar-benar sangat minim. Mau tak mau, ini ada kaitannya dengan soal jalur transportasi, yang ujung-ujungnya juga akan menyorot permasalahan angkutan umum dewasa ini. Kurangnya pembangunan, rehabilitasi dan penentuan standar yang tepat di sektor transportasi tentu akan sangat berpengaruh terhadap kualitas angkutan umum di negeri ini.


Jalan-jalan di daerah yang sudah banyak rusak sehingga transportasi ke daerah terhambat, sarana-sarana pendukung yang telah “uzur” dan tidak bernilai ekonomis lagi karena tidak adanya rehabilitasi, jalan-jalan yang terlalu kecil dan tidak sebanding dengan jumlah kendaraan yang lalu lalang di jalan tersebut, adalah sebagian kecil dari kurangnya infrastruktur pendukung transportasi di Indonesia.


Salah satu dampaknya adalah ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk dengan fasilitas yang tersedia, perbandingan antara jumlah pemakai kendaraan dengan luas jalan yang tersedia sudah sangat jauh berbeda. Makanya tak heran jika kita seperti sudah akrab dengan kemacetan di jalanan kota yang terjadi setiap pasi, siang dan sore, yang tentunya sangat mengganggu kelancaran masyarakat untuk beraktifitas, apalagi yang naik angkutan umum.


Kerusakan jalan juga menjadi poin penting yang disorot oleh Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda). Menurut Ketua Umum DPP Organda Murphy Hutagalung, daerah yang paling banyak mengeluhkan hal ini adalah dari Pulau Sumatera (Harian Seputar Indonesia Sore, 27 Februari 2008). Situasi dan kondisi infrastruktur jalan yang kurang memadai ini menyebabkan pengusaha angkutan darat merugi hingga miliaran rupiah per hari.


Permasalahan ini merupakan hal yang paling berpengaruh terhadap angkutan umum di darat. Kerusakan spare part kendaraan menjadi salah satu efek akibat banyaknya jalan yang rusak, sehingga banyak onderdil kendaraan yang sudah tidak memenuhi standar kelayakan namun terpaksa tetap dipakai demi mengurangi pengeluaran. Bahan bakar yang digunakan juga akan lebih banyak ketika menempuh jalanan yang rusak dibandingkan dengan jalan yang lebih bagus.


Kondisi jalan yang buruk juga menyebabkan meningkatkan jumlah kecelakaan lalu lintas. Biasanya, peristiwa itu terjadi ketika angkutan umum tersebut tengah berusaha menghindari jalan rusak. Makanya tak aneh lagi jika banyak sekali terjadi kasus kecelakaan transportasi di Indonesia. Angkutan umum darat adalah yang paling sering mengalami kasus kecelakaan akibat minimnya infrastruktur pendukung transportasi seperti jalan raya ini.


Seharusnya pemerintah telah memikirkan dan menemukan solusi untuk permasalahan ini, karena transportasi merupakan tanggung jawab pemerintah sebagai penyedia layanan publik. Pemerintah harus lebih peduli dan tanggap terhadap masalah yang terjadi, serta terhadap tantangan yang harus “ditanggung” pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah daerah juga harus lebih berinisiatif untuk membangun daerahnya. Jangan hanya menunggu turun tangan dari pemerintah pusat yang tidak jelas kapan akan memperbaiki infrastruktur tersebut.


Pungli Semakin Merajalela

Maraknya pungutan liar (Pungli) terhadap angkutan umum, terutama transportasi darat juga salah satu yang dikeluhkan oleh Organda. Secara nasional, kasus Pungli bisa mencapai Rp 18 triliun per tahun, seperti juga disampaikan Murphy dalam syukuran ulang tahun Organda ke-45 di Jakarta tahun 2007.


Banyaknya Pungli yang harus diserahkan oleh pemilik angkutan umum ini tentunya akan semakin menyengsarakan mereka. Belum tentu mereka bisa mendapatkan rupiah untuk sekedar mengganti uang minyak yang telah dikeluarkan setiap hari dan untuk menghidupinya keluarganya, malah ditambah lagi dengan harus mengeluarkan uang untuk pungli oleh para preman atau “penguasa” suatu daerah di mana rute angkutan umum tersebut.


Selain itu, Pungli juga bisa menjadi penyebab kasus kecelakaan transportasi akan semakin banyak. Karena pendapatan mereka habis hanya untuk membayar Pungli, sehingga tidak bisa lagi mereparasi dan mengganti onderdil kendaraan yang sudah rusak. Para pengemudi ini terpaksa menggunakan onderdil yang sudah tidak layak pakai, dan sangat beresiko besar terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan.


Karena itu, Organda pernah menyampaikan akan melakukan aksi stop operasi secara nasional untuk memprotes perlakuan Pungli terhadap angkutan darat ini. Karena Pungli sungguh sangat memberatkan para pengemudi angkutan darat. Namun aksi stop operasi secara nasional tersebut tak juga bisa mematikan aksi pungli terhadap mereka.


Saat ini yang paling diharapkan tentu saja peran pemerintah, dalam hal ini kepada para petugas keamanan. Agar para petugas ini bisa menertibkan pelaku-pelaku pungli yang sangat meresahkan pengemudi angkutan darat ini. Namun cukup sulit memang berharap kepada petugas, karena mereka juga telah menerima “uang diam” dari para pelaku Pungli tersebut. Bahkan, ada juga oknum petugas ini sendiri yang menarik pungli dari pengemudi angkutan umum. Tragis memang!


Rebutan dengan “Bodong”

Kehadiran angkutan plat (nomor kendaraan) hitam juga menjadi momok bagi pengusaha angkutan umum, terutama di darat. Karena angkutan yang biasanya dikenal dengan sebutan angkutan “bodong” ini telah mengambil porsi penumpang kendaraan umum resmi yang berplat kuning. Hal ini membuat terjadinya persaingan tidak sehat antara angkutan umum resmi yang berpelat kuning dengan angkutan “bodong” yang berplat hitam.


Persaingan tidak sehat ini menyebabkan turunnya pendapatan angkutan plat kuning. Pendapatan pengusaha angkutan pelat kuning yang biasanya sekitar 70% dilihat dari sisi load factor (tingkat isian penumpang), makin hari makin turun, dan sekarang hanya sekitar 40%. Pengemudi angkutan umum plat kuning tentu merasa keberatan dan jenuh akibat persaingan yang semakin berat dengan angkutan “bodong” ini.


Pada kenyataannya, angkutan plat hitam memang lebih mudah mendapatkan penumpang. Lebih anehnya lagi, meski beroperasi secara liar, angkutan “bodong” malah tetap bisa beropreasi dengan aman dan tidak ada yang mengganggu. Bisa jadi, ini karena adanya uang keamanan alias suap atau pungli yang mereka bayarkan, mungkin kepada para petugas atau kepala preman yang berkuasa di rute operasinya.


Sehingga, sudah fenomena yang biasa jika sering kali terjadi percekcokan antara angkutan pelat kuning yang menjadi angkutan resmi dengan angkutan pelat hitam yang beroperasional secara liar. Karena memang persaingan yang terjadi sudah tidak sehat lagi. Bahkan pernah juga terjadi saling unjuk rasa dan tawuran antara angkutan pelat kuning dan pelat hitam. Ini disebabkan oleh kejenuhan yang dirasakan oleh angkutan pelat kuning akibat ulah angkutan “bodong” tersebut.


Akhirnya, kita semua tetap berharap besar pada peran dan tanggapan dari pemerintah. Semua permasalahan ini kita harapkan bisa menjadi perhatian pemerintah, untuk kemudian dicarikan solusi bersama yang saling menguntungkan, baik itu bagi pemerintah sendiri, pengusaha angkutan umum, dan masyarakat tentunya.


Tak hanya pemerintah pusat, pemerintah daerah seharusnya juga mengambil peran dalam menyelesaikan persoalan ini. Selain itu, tentu juga ada usaha dari kita, baik para pengusaha angkutan umumnya sendiri dan masyarakat sebagai pihak yang mendapatkan layanan publik ini.


* Dimuat di Harian Medan Bisnin (Kamis, 25 Juni 2009)

2 komentar:

  1. DASAR HUKUMYA APA SUPAYA PEMERINTAH PUSAT DAPAT DI TUNTUT?????????

    BalasHapus
  2. kalau menurut saya, bukan pemerintah yang kita tuntut. tapi bagaimana pemerintah ini bisa menertibkan angkutan umum tersebut. terima kasih.

    BalasHapus