------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Advertorial

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

search

Sabtu, Desember 01, 2012

Mencari Solusi BBM Bersubsidi

Oleh: Adela Eka Putra Marza

Persoalan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi masih saja menjadi polemik di negeri ini. Seminggu terakhir, habisnya stok BBM di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Kota Medan membuat heboh masyarakat. Seperti diberitakan Harian Analisa terbitan Selasa, 27 November 2012, kehabisan BBM tersebut disebabkan karena kurangnya jatah BBM bersubsidi dari Pertamina.

Pernyataan dari pihak PT Pertamina Sumatera Bagian Utara, mereka melakukan pengendalian harian (kitir harian) dalam menyalurkan kuota BBM bersubsidi hingga 31 Desember 2012, untuk mengantisipasi kekurangan BBM pascaoverkuota. Kondisi ini yang menyebabkan terjadinya kekosongan di sejumlah SPBU, karena adanya upaya penyusunan jadwal pengiriman BBM bersubsidi secara ketat dan teratur.

Namun, pihak Pertamina tetap berharap masyarakat tidak melakukan panic buying, apalagi dengan munculnya isu kenaikan BBM pada akhir tahun 2012. Karena hingga saat ini, isu kenaikan BBM tersebut belum terbukti. Oleh karena itu, masyarakat harus tetap membeli BBM bersubsidi sesuai kewajaran, melakukan penghematan, dan jangan melakukan penimbunan dalam jumlah banyak.

Over Kuota
Untuk tahun 2012, DPR telah menetapkan kuota BBM bersubsidi sebesar 40,4 juta kl, terdiri atas premium 24,41 juta kl, minyak tanah 1,7 juta kl, dan solar 13,89 juta kl. Pada bulan September 2012, pemerintah mengajukan tambahan kuota sebesar 4 juta kl lagi. Namun, kuota yang telah ditetapkan tersebut masih saja kurang. PT Pertamina (Persero) memperkirakan akan terjadi over kuota mencapai 1,227 juta kl di akhir tahun 2012.

Berdasarkan data Pertamina, realisasi penyaluran premium secara nasional hingga 24 November 2012 sudah mencapai 25,2 juta kl (Harian Analisa, 26 November 2012). Wajar saja jika Pertamina melakukan pemotongan pasokan BBM bersubsidi per SPBU sebesar 10 persen mulai 19 November 2012 lalu. Selain itu, Pertamina juga terpaksa menyiapkan dana sekitar Rp 6 trilun untuk penambahan kuota.

Sementara itu, di Sumatera Utara hingga 21 November 2012, premium bersubsidi yang tersisa hanya 12 persen lagi, dimana 1,4 juta kiloliter (kl) sudah disalurkan. Diperkirakan juga akan terjadi over kuota premium sekitar 1-2 persen (Harian Analisa, 27 November 2012). Bahkan, pada April 2012 lalu, penyaluran premium mencapai 512 ribu, melebihi kuota hingga April 2012 yang hanya 433 ribu kl.

Hari Tanpa BBM Bersubsidi
Untuk tahun 2013, telah ditetapkan kuota BBM bersubsidi sebanyak 46 juta kl, naik 2 juta kl dari kuota tahun 2012. Namun, kuota tersebut bisa saja tetap mengalami kekurangan, jika konsumsinya tidak dibatasi. Apalagi jika melihat tingkat pertumbuhan kendaraan bermotor, terutama kendaraan pribadi yang terus meningkat setiap tahun. Untuk itu, pemerintah harus menelurkan sejumlah kebijakan dalam mengerem konsumsi BBM.

Salah satu program yang dicanangkan pemerintah adalah Gerakan Nasional Hari Tanpa BBM Bersubsidi yang akan dilaksanakan pada 2 Desember 2012. Rencananya, semua SPBU yang beroperasi di Jawa-Bali dan 5 kota besar lainnya di luar Jawa, yaitu Medan, Batam, Palembang, Balikpapan dan Makassar tidak akan melayani penjualan premium bersubsidi selama pukul 06.00 hingga 18.00 WIB.

Sebagai gantinya, Pertamina menyiapkan alternatif bensin non subsidi, yaitu Pertamax dan Pertamax Plus. Melalui gerakan ini, Pertamina berharap dapat menghemat konsumsi premium bersubsidi hingga 15 ribu kl dengan nilai mencapai Rp 75 miliar (Harian Kompas, 26 November 2012). Diharapkan, semua masyarakat bisa mendukung gerekan nasional ini, demi menjaga ketercukupan kuota BBM bersubsidi hingga akhir tahun.

Memberlakukan 2 Harga
Selama ini, rencana untuk menaikkan harga BBM bersubsidi terus menjadi perbincangan hangat di Gedung DPR. Meski begitu, rencana tersebut belum terelisasi hingga saat ini, dengan pertimbangan bahwa negera seharusnya bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan rakyat atas bahan bakar minyak. Dalam hal ini, pemerintah harus tetap memberikan subsidi, meskipun hal tersebut mengakibatkan defisit keuangan negara.

Sebenarnya, menaikkan harga BBM bersubsidi boleh saja dilakukan, asal dengan perencanaan yang matang tanpa ditunggangi upaya politisasi oleh pihak-pihak tertentu. Misalnya, memberlakukan kebijakan dua harga (dual price), yaitu Rp6.000/liter untuk mobil pribadi sesuai usulan RAPBN-P 2012, sedangkan kendaraan umum, angkutan pedesaan, kendaraan barang/usaha kecil menengah, dan motor tetap Rp4.500/liter.

Dengan kebijakan seperti ini, kemungkinan defisit keuangan negara bisa ditekan hingga menjadi 2,5 persen. Angka ini sendiri masih di bawah ambang batas yang diizinkan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam artian, konsumsi BBM bersubsidi setiap tahun bisa dikurangi walaupun tidak banyak. Namun, kebijakan ini tentu tetap akan berpengaruh terhadap keuangan negara, selain juga dapat mengatur distribusi subsidi.

Solusi Bersama
Sejauh ini, pemerintah memang sudah melakukan sejumlah solusi untuk membatasi penggunaan BBM bersubsidi. Salah satunya, upaya menjaga tingkat pertumbuhan kendaraan bermotor dengan cara menaikkan nilai DP (down payment) untuk kredit sepeda motor sebesar 25 persen dari harga jual, dan minimal 30 persen untuk mobil. Dengan peraturan ini, diharapkan penjualan kendaraan bermotor mengalami penurunan hingga 25 persen.

Selain itu, pemerintah juga bisa menerapkan teknologi dengan sistem terintegrasi, seperti penggunaan kartu elektronik BBM (e-BBM) yang diusulkan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan, atau penggunaan sistem teknologi pencatat pengguna BBM oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) pada 2013. Dengan sistem ini, misalnya bisa diberlakukan batas maksimum penggunaan BBM bersubsidi per hari.

Meski begitu, solusi bersama dari semua pihak tetap menjadi hal terpenting dalam menyelesaikan persoalan BBM bersubsidi ini. Dalam kasus ini, jangan hanya masyarakat saja yang diminta untuk melakukan penghematan melalui sejumlah kebijakan dari pemerintah. Namun, pihak pemerintah juga harus ikut melakukan penghematan, terutama para pejabat negara yang masih banyak menggunakan BBM bersubsidi.


* Dimuat di Harian Analisa (Jumat, 30 November 2012)

Sumber: http://www.analisadaily.com/news/read/2012/11/30/90871/mencari_solusi_bbm_bersubsidi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar