Banyaknya kejadian seputar kekerasan sang majikan terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT), sudah bukan hal yang aneh lagi di jagat raya ini. Kasus kekerasan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja pada sektor PRT juga sering kali terjadi di negeri jiran
Puncaknya, adalah kasus kekerasan yang dialami Siti Hajar pada pertengahan 2009 lalu yang mengakibatkan pemerintah Indonesia melakukan penghentian sementara pengiriman PRT ke negeri jiran tersebut.
Kekerasan juga dialami oleh para TKI lainnya, seperti Munti, TKI asal Jawa Timur. Kekerasan yang dialami oleh perempuan berusia 36 tahun itu begitu mengejutkan banyak pihak. Ia mengalami kekerasan fisik dan dikurung di dalam kamar mandi. Hingga akhirnya meninggal dunia setelah sempat dirawat di rumah sakit.
Peristiwa kekerasan terhadap PRT di Malaysia ibarat gunung es yang muncul hanya di permukaan. Sebenarnya masih banyak lagi kasus kekerasan dan perlakuan semena-mena yang terjadi pada para TKI yang belum terungkap. Berbagai bentuk eksploitasi dan kekerasan pernah dialami oleh Nirmala Bonat, Ceriyati, Dede, Sani, Siti Hajar, Mautik Hani, dan ribuan PRT Indonesia lainnya yang telah menjadi korban kekerasan di Malaysia.
Penipuan, pemalsuan dokumen, ancaman, intimidasi, jeratan hutang, kekerasan, pengabaian hak-hak pekerja selalu terjadi dalam penempatan TKI infomal PRT di Malaysia. Secara tidak langsung "perdagangan PRT ke
"Bisnis" Menggiurkan
Hingga saat ini, hampir 300 ribu warga
Sementara itu, calo atau dikenal dengan istilah sponsor yang dipekerjakan PJTKI untuk mencari para calon PRT, mendapatkan imbalan Rp 1-2 juta per orang. Demikian juga dengan agensi di
Setelah bekerja di rumah majikannya masing-masing, para PRT tersebut belum tentu akan mendapatkan kelayakan kesejahteraan seperti tenaga kerja lainnya. Banyak di antara mereka yang dipaksa bekerja selama 16 jam hingga 18 jam per hari. Bahkan, ada juga yang sampai 20 jam. Hal ini tidak sebanding dengan gaji mereka yang masih jauh dibawah RM 800 (sekitar Rp 2,2 juta) setiap bulannya. Bahkan ada beberapa kasus, para PRT dari
Belum lagi tindak kekerasan yang mereka terima dari para majikannya. Jika majikan merasa tidak senang dengan hasil kerja mereka, maka ia tidak akan segan-segan untuk menghukumnya. Apabila berbuat kesalahan biasanya majikan akan memberitahu agensi. Lalu dilakukan "konseling", yang dalam prakteknya disalahgunakan oleh beberapa pihak oknum agensi di
Selama beberapa tahun terakhir ini,
Berdasarkan Data Polisi Diraja Malaysia (PDRM), selama tahun 2000-2005 rata-rata ada 2 ribu wanita Indonesia yang dijual menjadi pelacur dan tertangkap oleh pihak polisi Malaysia setiap tahunnya. Buruknya sistem pengiriman PRT ke
Peran Pemerintah
Untuk sistem perekrutan dan penempatan TKI, sudah saatnya pemerintah melakukan pembenahan. Kewenangan yang terlalu luas diberikan kepada pihak swasta dalam menempatkan TKI telah menjadi masalah yang besar karena tidak ada kontrol. Karena, sistem yang amburadul, perebutan lahan bisnis TKI, membuat
Pemerintah harus mulai memberikan perhatian yang serius untuk menghindari TKI menjadi korban traficking. Monitoring di negara penempatan harus dilakukan dengan membentuk lembaga monitoring khusus. Selain itu, tindakan tegas kepada majikan yang memperlakukan TKI secara semena-mena juga harus dilakukan. Ini semua harus dilakukan agar perlakuan kekerasan terhadap para PRT Indonesia di luar negeri dapat diminimalisir, bahkan mungkin kalau bisa dihilangkan.
Sementara itu, pada akhir 2009 lalu, Indonesia melakukan pertemuan dengan Malaysia untuk merevisi nota kesepahaman tahun 2006 tentang pengiriman PRT. Pertemuan itu dilakukan terkait langkah pemerintah
Dalam pertemuan tersebut,
Selain itu, Menteri Tenaga Kerja juga sudah beberapa kali meminta kepada
Dengan adanya perlindungan asuransi serta kontrak kerja yang jelas seperti itu, tentu bisa meminimalisir terjadinya eksploitasi para pekerja oleh majikan-majikan mereka di
* Dimuat di Harian Analisa (Kamis, 25 Februari 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar