------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Advertorial

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

search

Kamis, Juli 01, 2010

Kembali Menuju Keluarga Kecil Berkualitas

- Refleksi Hari Keluarga Berencana Nasional (29 Juni) -


Oleh: Adela Eka Putra Marza


Selama 30 tahun melaksanakan program Keluarga Berencana (KB) Nasional, Indonesia berhasil menekan angka kelahiran.


Pada masa transisi pemerintahan orde lama ke orde baru, Indonesia mampu menekan angka kelahiran mencapai 80 juta jiwa atau menurunkan angka kelahiran dari 5,6 persen menjadi 2,6 persen. Keberhasilan ini membuat Indonesia pernah menjadi "kiblat" bagi negara lain yang sedang menata pertumbuhan penduduknya.


Gerakan KB Nasional yang dicanangkan sejak tahun 1970, menjadi momentum dari puncak kristalisasi semangat para pejuang KB untuk memperkuat dan memperluas program KB di Tanah Air. Sejak itulah dimulainya kesadaran keluarga Indonesia untuk membangun dirinya ke arah keluarga kecil melalui program KB. Dalam perjalanannya, program KB pun berkembang secara pesat dan mengubah program ini menjadi suatu "gerakan masyarakat" dengan hasil-hasil yang nyata, berupa semakin meningkatnya jumlah keluarga kecil bahagia dan sejahtera.


Keberhasilan ini pun kemudian diperingati setiap tahunnya dalam Peringatan Hari Keluarga Berencana Nasional sejak 29 Juni 1993 di Lampung. Pada dasarnya, peringatan ini merupakan suatu kegiatan komprehensif dan terpadu, yang dilaksanakan setiap tahun untuk memberikan inspirasi dan menggerakkan keluarga Indonesia untuk bersama-sama membangun keluarga sejahtera. Momentum ini menjadi pemicu yang besar untuk lahirnya komitmen baru bagi penyempurnaan pelayanan program pembangunan keluarga kecil berkualitas di masa yang akan datang.


Alami Stagnasi

Namun, prestasi tersebut tak terlihat lagi saat ini. Dalam lima tahun terakhir, program KB Nasional malah mengalami stagnasi. Tercatat, angka kelahiran secara nasional tumbuh menjadi 2,6 persen per wanita subur. Sedangkan prevalensi pemakaian alat kontrasepsi berkisar 60 persen, dimana pemakaian alat kontrasepsi modern ini meningkat 0,7 persen (2008). Artinya, keberhasilan program KB saat ini jauh berkurang.


Diperkirakan, hal ini disebabkan semakin menurunnya komitmen para pengambil kebijakan di pusat dan daerah, serta dukungan terhadap kelangsungan program KB di daerah, dan sinergitas program tidak terjadi. Petugas lapangan KB yang pernah menjadi kebanggaan, juga tidak sesuai lagi jumlahnya dibandingkan dengan peningkatan jumlah penduduk dan pemekaran wilayah, sehingga pergerakan masyarakat juga menurun.


Jika permasalahan pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol ini dibiarkan, persentase pertumbuhan penduduk akan terus bertambah dari tahun ke tahun. Jika persentase pertumbuhan penduduk terus bertambah dengan laju yang tinggi, sementara laju perekonomian berjalan lamban, maka Indonesia dari tahun ke tahun akan bertambah miskin.


Soal kemiskinan juga menjadi permasalahan bagi keluarga Indonesia saat ini. Hasil Pendataan Keluarga tahun 2004, sekitar 30,5 persen (16,2 juta) keluarga di Indonesia merupakan keluarga miskin, yaitu masuk kategori Keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I. Keadaan ekonomi ini tentu merupakan masalah yang sangat menekan para keluarga. Terlebih pada umumnya mereka memiliki jumlah anak yang lebih banyak, sehingga permasalahan keluarga menjadi lebih besar.


Tekanan ekonomi membuat banyak keluarga tidak mampu memberikan perhatian yang cukup terhadap kebutuhan anggota keluarga, khususnya anak-anak. Kasus-kasus kekurangan gizi, semakin banyaknya anak-anak jalanan di kota-kota besar tentunya berkaitan dengan kemampuan ekonomi keluarga.


Berbagai masalah sosial dihadapi keluarga antara lain penyimpangan perilaku yang mendorong meningkatnya angka penderita HIV/AIDS, pengguna narkoba dan aborsi di kalangan remaja, perkelahian antar anak sekolah, kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan sosial lainnya. Keluarga ini sangat memerlukan perhatian yang seksama dari seluruh komponen bangsa.


Komitmen Pemerintah dan Masyarakat

Kita memaklumi bahwa kualitas suatu masyarakat dan bangsa sangat ditentukan oleh kualitas keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat. Keluarga adalah wadah pertama dan utama dalam pembentukan kepribadian manusia. Karena dalam keluarga terdapat rangkaian interaksi sosial yang terkait dengan peran dan fungsi keluarga, seperti fungsi keagamaan, budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi dan pembinaan lingkungan.


Permasalahan yang dialami oleh keluarga Indonesia saat ini diharapkan menjadi dapat perhatian utama bagi pemerintah, dalam hal ini Badan Koordinator Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat, dan pemerintah daerah serta segenap unsur lembaga swadaya masyarakat dan seluruh keluarga di Indonesia. Karena jika terjadi pertambahan penduduk, otomatis penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan dan lapangan kerja harus ditingkatkan. Berarti beban pemerintah menjadi bertambah.


Seharusnya dengan jumlah dua anak dalam setiap keluarga, pengeluaran beban masyarakat dan pemerintah daerah dapat ditekan. Karena biaya-biaya seperti biaya kesehatan maupun pendidikan tidak terlalu terbebani dengan jumlah tanggungan yang tidak terlalu banyak. Seperti yang telah pernah dilakukan di Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Mereka mampu menghemat pengeluaran masyarakat sebesar Rp 330 miliar pada tahun 2006 melalui program KB (hasil penelitian Fakultas Ekonomi UNPAD). Tentu saja upaya ini tidak mungkin bisa berjalan dengan baik, jika tidak ada komitmen yang tinggi dari kepala daerahnya dan kerja sama dari masyarakat sebagai pelaksana program KB tersebut.


Selain itu, setiap keluarga Indonesia harus mulai lebih memperhatikan fungsi keluarga. Karena seperti yang kita sadari bersama, bahwa akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan zaman, serta pengaruh budaya barat yang liberal, telah menyebabkan keluarga tidak dapat memerankan fungsinya sebagaimana proporsi yang sebenarnya dengan skala prioritas yang pas.


Secara hakekat, keluarga memiliki delapan fungsi yang harus diperankan secara lengkap agar dapat membentuk kepribadian anak yang baik dan berbudi pekerti luhur. Delapan fungsi tersebut adalah fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi/pendidikan, ekonomi, dan fungsi pembinaan lingkungan. Saat ini, banyak fungsi keluarga tersebut yang sudah melemah dan sering dilupakan. Sehingga tak aneh sering timbul masalah dalam keluarga yang berimbas terhadap lingkungan sosial, karena disebabkan keluarga sudah kehilangan peranannya.


Oleh karena itu, hendaknya setiap keluarga Indonesia dapat memberikan perhatian yang lebih terhadap peran dan fungsi masing-masing anggota keluarga, baik sebagai ayah, ibu ataupun sebagai anak. Semua ini bisa dijaga dalam suasana komunikasi dan interaksi yang harmonis, yang pada akhirnya akan memberikan ketahanan keluarga yang lebih baik.


Untuk itu perlu diwujudkan budaya dialog yang lebih terbuka, baik diantara anggota keluarga itu sendiri maupun dengan masyarakat di lingkungannya. Dengan keterbukaan yang didasari dengan rasa saling menghormati dan mengasihi sesama keluarga dan sesama warga bangsa, akan dapat melahirkan keluarga dan masyarakat yang berkepribadian dan bermoral tinggi dengan tidak meninggalkan nilai-nilai sosial budaya bangsa Indonesia, sebagai tumpuan masa depan bangsa.


* Dimuat di Harian Analisa (Selasa, 29 Juni 2010)


Sumber:

http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=59994:refleksi-hari-keluarga-berencana-nasional-29-juni--kembali-menuju-keluarga-kecil-berkualitas&catid=695:29-juni-2010&Itemid=217

Tidak ada komentar:

Posting Komentar