------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Advertorial

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

search

Selasa, April 07, 2009

(Kembali) Bicara Kewajiban Perusahaan Pers

Oleh : Adela Eka Putra Marza

Organisasi media atau perusahaan pers merupakan satuan yang tidak dapat berdiri sendiri dalam melaksanakan segenap beban kerja produksi dan distribusi.

Perusahaan pers pun sering kali merupakan bagian dari satuan yang lebih besar (misalnya sebuah surat kabar lokal dan beberapa “satuan organisasi” lainnya) yang dimiliki oleh kelompok yang lebih besar, sama-sama berada dalam pengawasan editorial dan infrastruktur tertentu.


Sebegitu jauh, penelitian komunikasi massa belum banyak yang menangani masalah keanekaragaman dalam situasi seperti itu, dan masih cenderung memusatkan perhatian pada permasalahan yang menyangkut surat kabar besar yang dapat berdiri sendiri atau birokrasi penyiaran- yang keberadaannya sudah semakin tergeser.

Secara relatif, juga belum banyak teori atau penelitian yang membahas masalah hubungan media dengan para penunjang dananya. Kecuali uraian-uraian tentang teori normatif, berbagai pengalaman yang ada, dan berbagai rencana nyata tentang masalah ini.

Terdapat banyak bukti yang dapat membenarkan “hukum kedua” kewartawanan oleh Altschull, yang menyatakan bahwa pada akhirnya “seruling cukong”-lah yang menentukan lagu yang dimainkan-suatu “hukum” yang secara kebetulan sangat sesuai dengan teori pers bebas dan konsep pasarnya. Walaupun demikian, masih tersedia ruang bagi kebebasan pers dan terdapat berbagai macam kemungkinan bagi persetujuan antara media dan berbagai jenis cukong.

Banyak orang menganggap bahwa pers adalah wartawan. Anggapan ini benar jika wartawan diperlakukan sebagai bagian dari pers. Pengertian pers jika dilihat dari segi bisnis adalah suatu kelompok kerja yang terdiri dari berbagai komponen (wartawan, redaktur, tata letak, percetakan, sirkulasi, iklan, tata usaha, dan sebagainya), yang menghasilkan produk berupa media cetak.

Menurut leksikon komunikasi, pers berarti: 1) usaha percetakan atau penerbitan; 2) usaha pengumpulan dan penyiaran berita; 3) penyiaran berita melalui surat kabar, majalah, radio, dan televisi; 4) orang-orang yang bergerak dalam penyiaran berita; 5) medium penyiaran berita, yakni surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Sedangkan, istilah “press” berasal dari bahasa Inggris, karena proses produksinya memakai tekanan (pressing). Sebagian orang juga menyebut istilah pers sebagai kependekan dari kata persuratkabaran.

Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, dijelaskan juga bahwa pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.

Begitu pula, perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi. Sedangkan wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.

Dalam menjalankan perannya, tentu saja masing-masing komponen ini mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Begitu juga perusahaan pers sebagai lembaga yang menaungi para wartawan dan karyawan di bidang lainnya, serta sebagai lembaga yang mengeluarkan media informasi, baik media cetak maupun media elektronik. Dalam hal ini, penulis akan membahas lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban perusahaan pers terhadap wartawan.

Kesejahteraan Jadi Kewajiban Utama
Pembahasan tentang kewajiban perusahaan pers terhadap wartawannya selalu menjadi topik menarik. Karena seperti yang kita ketahui di negeri ini, kehidupan wartawan cukup menyedihkan jika dilihat dari tingkat kesejahteraannya. Wartawan mana yang bisa punya mobil pribadi, kalau bukan wartawan yang sudah punya jabatan di media, seperti pemimpin redaksi dan sebagainya. Kalau wartawan yang memang menjalankan profesinya langsung di lapangan, jika boleh digeneralisasikan bisa dibilang tidak ada. Kalaupun ada, itu pasti bisa dihitung dengan jari.

Jika dibandingkan dengan wartawan-wartawan di luar negeri, jaminan kesejahteraan wartawan kita memang tidak ada apa-apanya. Sangat banyak wartawan di Indonesia ini yang hidup pas-pasan, padahal pekerjaan yang dijalankannya mempunyai resiko dan dedikasi yang cukup tinggi.


Hal itu juga yang perlu ditekankan lagi dalam perusahaan pers di negara kita ini. Dalam beberapa peraturan yang mengatur kehidupan pers di negara ini, telah diatur seperti apa hubungan antara perusahaan pers dengan wartawannya.

Salah satunya dalam peraturan utama dunia pers di negara ini, yaitu dalam UU No. 40/1999 Tentang Pers. Pada Pasal 10 Bab IV Tentang Perusahaan Pers dalam UU tersebut, dijelaskan bahwa “Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan/atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.”

Kemudian dijelaskan lebih detail lagi pada Penjelasan Atas UU No. 40/1999 Tentang Pers bahwa “Yang dimaksud dengan bentuk kesejahteraan lainnya adalah peningkatan gaji, bonus, pemberian asuransi dan lain-lain. Pemberian kesejahteraan tersebut dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara manajemen perusahaan dengan wartawan dan karyawan pers.”

Dalam Peraturan Tentang Standar Perusahaan Pers yang telah disahkan pada tanggal 6 Desember 2007 lalu disetujui dan ditandatangani oleh Dewan Pers bersama sejumlah organisasi pers, pimpinan perusahaan pers, dan tokoh pers, juga dicantumkan mengenai kewajiban perusahaan pers dalam memenuhi kesejahteraan wartawannya ini.

Hal ini dijelaskan pada poin nomor 8 bahwa “Perusahaan pers wajib memberi upah kepada wartawan dan karyawannya sekurang-kurangnya sesuai dengan upah minimum provinsi minimal 13 kali setahun” dan poin nomor 9 “Perusahaan pers memberi kesejahteraan lain kepada wartawan dan karyawannya seperti peningkatan gaji, bonus, asuransi, bentuk kepemilikan saham dan/atau pembagian laba bersih, yang diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama.

”Selain itu, dalam Kode Etik Perusahaan Pers juga dijelaskan pada poin nomor 3 bahwa “Perusahaan pers wajib memperhatikan kesejahteraan sosial dan materil dari pada karyawannya dalam batas kemampuan keuangan perusahaan dan sesuai dengan peraturan”, serta pada poin nomor 4 “Perusahaan pers wajib menjamin penghidupan keluarga para wartawannya atau karyawan pers lain, yang karena menjalankan tugasnya sebagai wartawan atau karyawan pers yang lain, menderita akibat yang tidak memungkinkan baginya masing-masing untuk mengurus rumah tangga dan keluarganya.”

Jelas sekali di sini, bahwa perusahaan pers mempunyai kewajiban untuk memberikan kesejahteraan kepada para wartawannya. Bahkan pada Kode Etik Perusahaan Pers di atas lebih ditekankan lagi kepada perusahaan pers agar lebih memperhatikan kesejahteraan para wartawannya, hingga memperhitungkan jika suatu saat wartawannya tersebut tidak dapat lagi membiayai keluarganya akibat hal yang terjadi saat dia melakukan pekerjaannya pada perusahaan pers tersebut.

Perlindungan Hukum dan PelatihanSelain kewajiban untuk memenuhi kesejahteraan para wartawannya, perusahaan pers juga mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan hukum kepada para wartawannya. Hal ini dijelaskan dalam UU No. 40/1999 Tentang Pers dalam Pasal 8 Bab III Tentang Wartawan bahwa “Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.”

Dijelaskan lagi dalam Penjelasan Atas UU No. 40/1999 Tentang Pers, “Yang dimaksud dengan perlindungan hukum adalah jaminan perlindungan Pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan perannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Begitu juga dalam Peraturan Tentang Standar Perusahaan Pers, pada poin nomor 10 dijelaskan bahwa “Perusahaan pers wajib memberikan perlindungan hukum kepada wartawan dan karyawannya yang sedang menjalankan tugas perusahaan.”

Dari penjelasan dalam peraturan-peraturan tersebut, perusahaan pers mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan hukum bagi para wartawannya dalam melaksanakan tugas-tugasnya terhadap perusahaan pers tersebut.

Hal ini bisa menjadi catatan penting bagi para pemilik perusahaan pers. Karena selama ini, seperti yang kita ketahui, seringkali para pekerja pers dalam melaksanakan tugasnya dijerat oleh oknum-oknum yang tidak terima atas sebuah pemberitaan dengan peraturan hukum dan/atau undang-undang yang berlaku di negara ini.

Selain kewajiban memberikan kesejahteraan dan perlindungan hukum, satu lagi kewajiban perusahaan pers terhadap wartawannya seperti yang dimuat dalam Peraturan Tentang Standar Perusahaan Pers. Dalam peraturan yang dikeluarkan oleh Dewan pers tersebut dijelaskan bahwa “Perusahaan pers memberikan pendidikan dan/atau pelatihan kepada wartawan dan karyawannya untuk meningkatkan profesionalisme.”

Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan pers juga mempunyai kewajiban untuk meningkatkan kualitas para wartawannya dengan memberikan pendidikan dan/atau pelatihan. Kewajiban ini selain bermanfaat bagi si wartawan sendiri, tentu juga akan mendatangkan dampak yang bermanfaat bagi peningkatan kualitas media yang diproduksi oleh perusahaan pers itu sendiri.

Selain mempunyai kewajiban terhadap wartawannya, perusahaan pers tentu juga mempunyai hak terhadap wartawannya. Namun hak perusahaan pers yang menjadi kewajiban wartawan ini, yang paling utama adalah tugasnya untuk mencari, menghimpun, dan melaporkan informasi dalam bentuk berita pada media tempat bekerja, tentu secara otomatis ini sudah dipenuhi oleh para wartawan. Karena memang inilah tugas yang harus dilakukannya dalam pekerjaan tersebut.

Namun terlepas dari tanggung jawab utamanya tersebut, wartawan juga wajib menaati Kode Etik Jurnalistik seperti yang dianut oleh perusahaan pers di mana dia bekerja. Mengenai hal ini dijelaskan dalam UU No. 40/1999 Tentang Pers Bab III Tentang Wartawan Pasal 7 Ayat (2) bahwa “Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.”

Dari penjelasan tersebut di atas, tentu semua hak dan kewajiban tersebut harus dijalankan oleh masing-masing pihak tanpa memandang kepada siapa dia mempunyai hak dan kewajiban. Karena hal tersebut sudah menjadi tugas masing-masing, demi kelancaran pelaksanaan produksi media dalam perusahaan pers tersebut.

* Dimuat di Harian Analisa (Senin, 9 Februari 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar